Fubuki Aida Blog

  • Home
  • Cerita
  • _Kuliner
  • _Traveling
  • _Hotel
  • _Info
  • About
  • Disclaimer
Perjalanan kerap kali mendatangkan ilmu-ilmu baru.

Ketika suatu kali saya bertemu dengan pendiri Kampuz Jalanan, ia berujar

"Ilmu itu bisa didapat Mbak darimana saja. Bahkan dari jalanan. Disana siapapun bisa kita kita ambil pelajarannya," ujarnya.

Perkataan Mbak Aroh itu kembali terngiang manakala, saya ke Dieng beberapa waktu lalu.

Dari seorang penjual angkringan saya mendapatkan tips yang saya rasa pantas kalau saya sebut "menyelamatkan:" saya dari kedinginan suhu ekstrim Dieng.

***



Dieng terlalu gelap saat kami datang.

Sekujur tubuh saya ketika itu rasanya mengginggil kedinginan. Jaket tebal, sarung tangan, kaus kaki, semua rasanya percuma. Dingin tetap menusuk, menghunus ke tulang-tulang.

Jalanan gelap, turunan curam, tanjakan tajam, dan kelokan ekstrim hanya bisa teraba dari sorot motor yang tak terlalu kentara. Tipis kabut memang tak menghalangi, tapi parahnya tak ada sorot lampu merkuri  di kanan kiri.

Bukankah Dieng tempat wisata terkenal? Sorot lampu saja kenapa tak satupun ada? Rutuk saya dalam hati.

Di atas motor adik saya menanyai kembali rencana saya, yang sayapun belum yakin pasti.

“Mbak, yakin kita ngebasecamp? Sudahlah kita cari homestay saja. Takutnya kamu nggak kuat,”  ujarnya. Mungkin ia sedikit khawatir dengan kondisi saya yang meski sudah hampir sebulan usai sakit masih saja sering kambuhan.

“Ini weekend, homestay penuh. Kalaupun ada pasti mahal. Kita lihat basecamp dulu, kalau basecamp penuh baru kita nyari homestay,”

Saya tahu hari itu saya konyol. Di tengah kondisi yang belum sepenuhnya fit, saya nekat mengajak adik ke Dieng motoran, dan parahnya kami kemalaman.

Bermodal informasi internet, dan dikuatkan info dari seorang kawan kampus yang pernah mendaki ke prau, serta info dari kawan baik, saya menyusun rencana untuk tidur di basecamp dan keesokan paginya langsung cuss lihat embun es.

Hal yang paling konyol adalah kami tidak tahu pasti nama basecamp apa yang kami tuju. Saya hanya bermodal informasi, ada basecamp di Dieng dekat dengan Candi Arjuna.

Sampai di pertigaan Dieng dekat homestay Bu Djono kami masih harus celingak-celinguk tanya orang tentang posisi basecamp yang kami sendiri namanya saja tidak tahu.

Sampai pada keramaian pertigaan Dieng, saya baru sadar, basecamp Prau ada beberapa. Beberapa orang yang kami tanyai memberikan sarannya tentang basecamp yang harus kami datangi. Tapi tak satupun yang memberikan kepastian mana sebetulnya basecamp yang benar-benar tepat agar keesokan harinya kami bisa lebih dekat jalan ke Candi Arjuna.

Jangan tanya kenapa kami tak pakai google maps saja.  Kami saja bingung harus menitik lokasi dimana. Pun HP saya eror untuk membuka google map dan HP adik habis baterai.

Diantara segala ketidakpahaman kami akhirnya memacu motor menggunakan feeling. Langkah kami selanjutnya berhenti, pada sebuah nyala api di tepian jalan.

Kami menghangatkan diri di perapian tepian jalan tersebut, lantas berlanjut membeli susu jahe di seberang.

Malam itu, rasanya Allah menujukkan cintaNya kepada kami.

Saat dingin rasanya begitu sulit dikontrol, di tempat inilah saya bertemu Mas Rohmat, seorang penjual angkringan yang begitu baiknya memberikan tips panjang lebar mengenai bagaimana mengatasi hawa dingin Dieng yang malam itu sekitar pukul 23.00 WIB rasanya menjadi rasa dingin terparah yang saya rasakan selain dulu saat mendaki ke Merapi.

“Orang sini, apa nggak pada kedinginan, Mas?” tanya saya pada Mas Rohmat.

Ia terkekeh.

“Ya dingin. Tapi sudah biasa,” jawabnya sambil memberesi dagangan. Kami menjadi pembeli terakhir malam itu.

“Malam-malam gini, kira-kira masih ada homestay kosong nggak ya Mas? Yang harganya nggak terlalu mahal gitu? Jaga-jaga saja sih kalau ternyata basecamp penuh, atau kalau ternyata nggak kuat dingin,”

Mas Rohmat menghentikan aktivitasnya lantas menghampiri kami yang berdiri di dekat sepeda motor tak jauh dari gerobak angkringannya.

“Kalau menurut saya sih mendingan tetep tidur di basecamp sih mbak,” ujarnya.

“Hla gimana, Mas?”

“Kalian tidur di homestay pun sama saja. Sama dinginnya di dalam homestay itu.” tuturnya. "Lagipula udah pada penuh,"

Saya mikir sejenak, benar juga. Kalau seandainya hawa panas mungkin tidur homestay bisa nyalain kipas angin atau AC. Tapi kalau dingin seperti ini, apa yang mau dinyalain. Saya tak yakin ada penghangat ruangan di homestay, dan selimut tebal sepertinya juga tak akan ampuh melawan hawa dingin yang separah ini.

Tetiba saya teringat cerita kawan kampus yang sehari sebelum kedatangan kami ke Dieng ia juga kesana. Ia berujar, kalau dia datang ke Dieng membawa bed cover, namun menurutnya, percuma karna bed cover tak mempan melawan dingin suhu Dieng.

Keraguan tidur di basecamp pun lantas menghilang. Seketika saya makin mantap untuk segera datang menuju basecamp.

“Kalau biar nggak kedinginan itu ada caranya Mbak,” Mas Rohmat berujar lagi.

“Gimana Mas?” tanya kami antusias.

“Kalian bawa sleeping bag kan?”

Kami mengangguk.

“Bawa mantol?”

Kami mengangguk lagi.

“Jadi biar nggak dingin, nanti kalian pakai jas hujan dulu, baru pakai jaket,” sarannya.

“Bisa gitu, Mas?” saya langsung merasa bahagia mendapat satu tips ini. Jujur saja ada sedikit ketakutan tersendiri di hati. Saya pernah kedinginan parah saat pertama kali mendaki merapi dulu.

Saking parahnya rasanya sampai tak ada darah mengalir sampai ke otak.

Resiko hipotermi bagaimanapun bukan sesuatu yang bisa dianggap remeh.

“Iya.. Kalau ada plastic kecil,juga bisa dipakai di kaki, baru nanti pakai kaos kaki. Jadi nanti di basecamp, minta trash bag juga. Terus dipake di badan, baru pakai sleeping bag,” ujarnya.

Saya menyimak dengan suka cita. Ahh, saya benar-benar tak sabar mempraktekkannya. Rasanya saya benar-benar harus mengakhiri segala rasa dingin ini.

“Dengan cara seperti itu, nanti suhu tubuh nggak akan keluar. Jadi tetep hangat. Ini membantu kalau udara dingin seperti ini,” jelasnya. Saya mengangguk-angguk.

Mas Rahmat selanjutnya bercerita bahwa dirinya adalah salah satu warga yang juga sering ikut kepanitiaan DCF. Ia juga kerap membantu jika ada orang-orang yang hipotermi.

Ia juga menjelaskan panjang lebar tentang hipotermia dan bagaimana mengatasinya,
“Ciri-ciri orang hipotermi itu dia tiba-tiba kaku. Tubuhnya itu kaku mendadak. Yang paling bahaya itu kalau dia sedang tidur. Susah mendeteksinya. Jadi sebaiknya itu memang kalau tidur itu gentian.  Jadi bisa saling menjaga dan memastikan temannya tidur, dan bukan kaku karna hipotermi,” ujarnya.

“Lalu kalau hipotermia, gimana nolonginnya mas?” tanya saya selanjutnya.

“Kalau ada yang hipotermi, pertama korban dibuat sadar dulu. Dibau-bauin pakai minyak kayu putih biar sadar. Bagian-bagian lekukan badan juga diberi sesuatu yang hangat. Bisa pakai botol yang diberi air hangat, lalu diletakkan di telapak kaki, lipatan belakang dengkul, ketiak, serta belakang leher,

“Terus jangan mengoleskan balsam dan semacamnya, karna balsam itu hangatnya hanya sesaat, setelah itu justru dingin yang terasa. Nah setelah sadar itu korban diberi sesuatu yang hangat, seperti air putih hangat,” jelasnya.

“Pelukan juga bisa dilakukan untuk menghangatkan korban. Tapi ya itu, kalau cowok ya yang meluk sebaiknya cowok, cewek ya sebaiknya cewek. Biar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan,” tambahnya.

Saya mengangguk-angguk.

“Nanti pokoknya sampai sana, kalian minta trash bag. Setiap basecamp itu pasti sudah menyiapkan trash bag. Nanti dipake baru pake sleeping bag ya. Oh ya, saya kayaknya masih ada mantol,” ujarnya lantas berlari ke sebuah tempat tak jauh dari angkringan.

Kami hendak mencegahnya, tapi ia sudah terlanjur berlari lebih dahulu. Beberapa saat kemudian ia sudah kembali membawa dua mantol plastic.

“Ini buat kalian. Nanti dipakai sebelum memakai jaket ya,” ujarnya.

“Duhh mas, nggak usah. Kita udah bawa jas hujan. Malah jadi merepotkan,” kami sungkan.

“Nggak papa pakai saja. Masih banyak kok,” ujarnya.

Kami menurut. Dan berdasarkan sarannya akhirnya kami memilih basecamp Dworowati dengan pertimbangan jarak terdekat.

Sesampainya di basecamp Dworowati, ternyata kami harus dihadapkan pada kenyataan, basecamp berupa papan kayu yang memiliki jarak-jarak kecil membentuk selah lubang diantaranya.

Saya menelan ludah, perang dingin bakal terus berlanjut.

Untungnya ada anglo aka tungku yang bisa digunakan untuk sekedar membantu menghangatkan badan.

Saat menjajal air di kamar mandinya, ingatan saya dibawa pada jaman kecil ketika sering iseng mandi dengan air es batu. Persis dinginnya. Bahkan mungkin lebih dingin.

Jari-jari tangan saya rasanya kaku, dan bibir enggan juga berhenti bergetar. Akhirnya, kami memutuskan mencoba tips dari Mas Rahmat. saya ke bagian depan penjaga basecamp. Meminta plastik putih kecil untuk dimasukkan ke kaki dan tangan baru kemudian ditutup sarung tangan dan kaos kaki.

Bagian kaki juga saya pakaikan trash bag sebelum masuk sleeping bag.

Pun, mantol pemberian mas Rohmat juga saya kenakan sebelum menggunakan  jaket dan sleeping bag. Air hangat juga saya minum. Hasilnya?

Saya tetap kedinginan.

Iya, tetap dingin namun jauh lebih hangat. Setidaknya tak separah sebelumnya. Terbukti perbandingannya ketika saya mencoba melepas plastik saat hendak ke kamar mandi di sepertiga malam.

Cara pemberian Mas Rohmat mungkin terdengar asing dan belum terbukti secara ilmiah. Namun nyatanya menggunakan trash bag dan plastik berdasar apa yang saya coba cukup efektif.

Esok paginya saya bersyukur, saya bisa melalui malam Dieng yang teramat dingin. Yeah ilmu memang bisa didapat dari setiap perjalanan. Dan saya rasa ini sebuah bukti bagaimana Dieng begitu peduli dengan wisatawan.

Tak cuma Mas Rohmat, sepanjang perjalanan kemarin kami merasakan benar bagaimana keramahan mereka terhadap wisatawan.

  • 6 Comments
Namanya kejutan ia slalu datang tak terduga. 

Sebuah telepon yang memberitahu saya: boleh ikut gowes Menyusur Bengawan Solo Purba secara gratis, kontan membuat saya berlonjak gembira. Mimpi apa semalam? Padahal hari sebelumnya, hampir saja saya gagal ikut acara ini karena panitia memberitahu kalau tiket tour de karst yang dijual Rp. 60.000 itu ludes terjual. Hla kok ini, malah saya ditelfon boleh ikutan, lebih serunya dengan gratis pula. Asiikkk. Biarpun saya tak dapat kaos peserta karena kehabisan, sebagai anak muda yang seneng  gratisan, tetep saja saya riang.

  • 22 Comments
“Jika mahasiswa seumuran kalian ini belum pernah ke Bali,berarti kalian belum menikmati masa muda kalian” sebuah kutipan dari buku Backpaker Bali-Lomboknya Gilang Tama & Endah Kemala ini lumayan menusuk saya pagi ini.

Saya kena. Saya pernah Ke Bali sih, tapi itu sudah sejak terakhir saya masih SMP. Sekitar 10 tahun yang lalu.Tak banyak foto yang saya ambil ketika itu.  Jadi rasanya, kini saya seperti belum pernah ke sana.

Memang Indonesia bukan hanya Bali. Banyak keindahan yang  tersaji di negri ini. Tetapi bagaimanapun, Bali merupakan pariwisata Indonesia yang sudah terkenal di mata dunia. Sehingga mengunjunginya, adalah suatu keistimewaan tersendiri menurut saya.

Kunjungan saya ke Pulau Menjangan beberapa waktu lalu, tetap saja terasa belum ‘Bali’ walaupun sejatinya secara administratif ia termasuk daerah Bali Barat. Apalagi ketika itu, di Pulau Menjangan, rombongan kami hanya sekedar mampir berenang di lautnya dan tidak menginjakkan kaki di pulaunya. Rasa ‘Bali’ pun otomatis tak bisa saya dapatkan sepenuhnya.

Apa  Kabarmu Kuta???
Sumber: www.water-sport-bali.com


10 tahun yang lalu, Pantai Kuta merupakan salah satu pantai yang saya kunjungi saat studi tur. Yang saya ingat, Pantai Kuta adalah pantai berpasir dengan warna yang agak hitam. Pantainya luas dengan pemandangan yang khas yaitu bule-bule berjemur.
  • 6 Comments
Sumber tripvisto.com

27 Agustus 1883

Sebuah kiamat kecil melanda. Gunung Krakatau meletus. Kawah bersuhu ratusan derajat meluber meng-ambrukkan tiga perempatan badannya.Mengguncang lautan yang berakibat hempasan tsunami hebat. Sebanyak  36.417 korban jiwa tewas dalam peristiwa.

  • 4 Comments


Saya juga sudah menulis tentang beberapa hal yang bisa dilakukan di Waduk Gajah Mungkur. Waduk ini memang cukup fenoenal. Menenggelamkan 5-6 kecamatan di Wonogiri sekian tahun lalu.
  • 16 Comments


“Kangen Karimunjawa”

Kalau hidup saya di hastag, maka kata itulah yang akan muncul saat ini. Bagi saya perjalanan kami ke sana 2014 lalu meninggalkan kesan yang begitu mendalam. Pemandangannya, lautnya, pantainya, sunrisenya, snorklingnya, juga tragedi-tragedi pengusiran kami di sana. Semuanya menyisakan rindu yang tiada bertepi.
  • 8 Comments

Berita Gajah mengamuk di Waduk Gajah Mungkur Wonogiri, yang menyebabkan seorang dokter perempuan yang merawatnya meninggal, sempat menggemparkan warga Wonogiri beberapa waktu lalu. Beritanya sempat meluas, bahkan mencapai ranah nasional.

Secara kebetulan, beberapa minggu setelahnya, saya ikutan membantu budhe yang biasa berjualan  di pinggir WGM menyingkirkan preparat dagangannya yang nyaris hanyut  akibat volume air waduk yang meninggi. Mumpung lokasi jualan Budhe tidak begitu jauh dari taman satwa, begitu selesai membantu budhe angkat junjung, saya sekalian saja melongok sebentar ke area Taman Satwa Waduk Gajah Mungkur.

Biasanya, kita bisa berfoto-foto di ujung jembatan bekas dermaga ini.
Tapi volume air pertengahan Mei kemarin lumayan tinggi

Taman Satwa terlihat sepi . Hari sudah menjelang sore, dan jam menunjukkan sebentar lagi Waduk Gajah Mungkur sudah akan ditutup. Saya masih bersama Nana, sepupu saya ini terus memacu motor meskipun seharusnya kami sudah mesti bersiap pulang.

  • 8 Comments
kedung lumbung

Jalan-jalan dadakan kembali terulang. Setelah perjalanan kami ke Gunung Gandul  beberapa hari sebelumnya, kali ini kami ke sebuah air terjun di Wonogiri. Warga menyebutnya Kedung Lumbung, beberapa pula ada yang menyebut air mata dewa.

Berlokasi di daerah Kedung Areng, Sendang. Kedung Lumbung berada pada posisi strategis di wilayah jalur wisata Waduk Gajah Mungkur. Sehingga jika menilik ke Kedung Lumbung, kita bisa sekalian berwisata ria ke Waduk Gajah Mungkur (WGM).

Saya dan Nana memarkir motor di sebuah warung dekat tempat masuk Kedung Lumbung. Lantas mulai menapaki jalan setapak.Tempat ini sekilas terlihat sepi. Kanan kiri kami hanyalah rungkut rerumputan. Karna memang, tempat ini tidak dibuka untuk tempat wisata. Hanya saja, kalau ada yang mau jalan-jalan kemari, dipersilahkan. So, jangan heran dengan kondisinya yang seolah tanpa perawatan.


Susur Kedung Lumbung

Meski terlihat sepi kami terus berjalan hingga tiba di ujung. Pada sebuah penghabisan jalan, yang mengharuskan kami untuk menapak bebatuan yang dialiri air.
  • 14 Comments
Wonogiri, Gunung Gandul
Pabrik Jamu, Air Mancur
Dulu Gersang, Sekarang Subur
Berkat Waduk Gajah Mungkur
Wonogiri, Gunung Gandul

Bait pendek tembang dolanan tentang Wonogiri ini, rasanya cukup menunjukkan bagaimana Gunung Gandul memiliki keterkaitan erat dengan Wonogiri. Ya, gunung dengan ketinggian kurang lebih 600 mdpl ini memang cukup ternama di kalangan warga Wonogiri. Lokasinya yang masih masuk Wonogiri Kota, dan jalurnya yang bisa dilalui dengan menggunakan motor, lumayan membuat Gunung Gandul menjadi wisata alam pilihan kala bertandang ke kota tiwul.

Sumber: dokpri


Bagi warga Wonogiri, gunung gandul kerap kali dijadikan tempat outdoor sekolah-sekolah yang berlokasi di sekitaran Wonogiri kota, tak jarang beberapa perguruan bela diri di sekitaran Wonogiri pun mengadakan acara di sana. Ketika tahun baru tiba, puncak  gunung gandul menjadi tempat yang dipilih untuk menyalakan kembang api. Sehingga warga Wonogiri bisa menikmati kerlip warna-warni langit dari bawah.
  • 0 Comments
“Na, ini sudah 4 tahun sejak kita ngobrol tentang Lombok. Kapan kita realisasi?” Tanya saya pada sepupu saya beberapa waktu lalu. Nana hanya terkekeh.

“Iya, ya. Mau gimana lagi? Belum ada duit,” ujarnya. Saya pun ikut terkekeh pasrah karena kondisi dompet kami nampaknya sama-sama tak mendukung.

4 tahun lalu, ketika Nana sedang bercerita tentang teman SMA nya yang asli Lombok, tiba-tiba tercetuslah ide ke Lombok itu dari mulutnya.

“Nanti, kalau kita kesana kita bisa nebeng tinggal di tempat temanku. Aku sudah bilang kok, kalau suatu hari kita ke sana kita bakal numpang tidur di rumahnya,” ujarnya seolah-olah kita bakal ke sana dalam waktu dekat.

Namun pada kenyataannya, hingga 4 tahun berselang, kami tak juga ke Lombok. Beragam hal kami jadikan alasan. Uang dan waktu, adalah kambing hitam yang paling mudah kami bawa-bawa sebagai pembela ketidak seriusan kami memperjuangkan mimpi traveling ke Lombok. Efeknya, Lombok yang hanya selisih 1 pulau dari Jawa, rasanya jadi begitu jauh. Saya kadang bertanya sendiri pada diri saya, hanya ke Lombok, kenapa bisa sampai 4 tahun tak juga terlaksana???

Tetapi kemudian, hati kecil saya mengakui, “karena kamu tidak serius memperjuangkannya.” rasanya menyalahkan diri sendiri jauh lebih bijak daripada saya banyak beralasan.

Dikelilingi puluhan Gili atau pulau kecil yang menawan hati, membuat Lombok menjadi destinasi  yang sangat wajar kalau sampai menggoda orang luar pulau semacam saya, untuk mengunjunginya. Pulau yang mendapat julukan Bali kedua ini secara administratif terbagi atas lima daerah tingkat II. Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, dan Kabupaten Lombok Utara.

Rinjani, Pesona Keagungan yang Menimbulkan Penasaran

Sumber gbr: http://news.liputan6.com/read/2358147/kisah-gunung-rinjani-dan-kelahiran-si-barujari


  • 0 Comments
Melihat gambar sungai sepanjang 720 km yang selalu menjadi pengiring gambar-gambar  jembatan ampera, membawa imaji saya pada penampakan Venesia di Italia sana. Meskipun saya baru sekedar melihat Venesia dari gambar-gambar yang tersaji di internet, namun saya setuju jika Sumatera Selatan dengan Sungai Musinya mendapat julukan sebagai “Venesia dari Timur”.

Mirip fungsinya dengan sungai grand canal Venesia, Sungai musi juga dgunakan sebagai sumber kehidupan masyarakat setempat. Menelusuri sungai Musi sama halnya kita menelusuri kehidupan masyarakat Sumatera Selatan. Karena sungai ini mengaliri daerah-daerah di Sumatera Selatan dimana kehidupan mereka bisa sedikit kita intip dari tepi sungainya.
  • 0 Comments
Nuansa asri langsung terasa kala memasuki halaman depan Griya Tawang. Rumput-rumput yang tertata rapi, serta saung-saung dari bambu adalah pemandangan khas di tempat ini. Gemericik aliran sungai yang terus mengalir tanpa bosan, meski berkali-kali tersaduk bebatuan, adalah backsound alami yang tak pernah berhenti berputar selama kami di sana.

Griya Tawang, Lokasi Makan Tawangmangu-able

doc. pribadi

Tawang Mangu, sebuah daerah di Karanganyar yang terkenal akan alam pegunungannya. Daerah kaki Lawu dengan ketenaran grojogan sewunya. Dan sebuah daerah yang masih dikategorikan ke dalam ekskarisidenan Surakarta.

  • 0 Comments
Older Posts Home

Translate

Where we are now

o

About me

a


Fubuki Aida

Suka mengamati manusia, mendengar dan mencari cerita

~~Blogger Wonogiri-Solo~~


Kalau ada usulan tulisan bisa kontak saya di IG ya. Link bisa klik ikon IG di bawah

Find Me

  • youtube
  • instagram
  • facebook

Follow Facebook

Followers

Featured Post

Plinteng Semar, Legenda Taman Kota Wonogiri

Banner spot

Postingan Terbaru

Loading...

Labels

airy rooms astra bakso bengawan solo blora boyolali bubur buku cara pembaatalan tiket cerita Cernak cheriatravel Cirebon coretan coworking space solo featured gunungkidul hotel hotel alana hotel solo hotel wonogiri info jalan-jalan jawatengah jawatimur jepang jepara jogja kafe wonogiri KAI kampung inggris pare karanganyar karimunjawa karst kediri kereta klaten kolamrenang komputer kopi kudus kuliner kulinersolo kulinerwonogiri Lampung Liang Teh Cap Panda Liputan6 lomba lombok madiun magelang mesastila Pantai Pulau Merak Rembang Review safi saloka park Semarang solo sponsored stasiun story sukoharjo tawangmangu tempat ngopi solo tempat-meeting-solo traveling waduk pidekso watucenik wonogiri yogyakarta

Popular Posts

  • Solo Pluffy, Oleh-oleh Solo Bernafas Cinta Jessica Mila
    Solo itu manis.  Manis tutur aksara, perangai,  unggah-ungguh warganya dan tentu saja manis ‘wajah orang-orangnya ^^ Solo itu kota yang man...
  • Agrowisata Amanah, Tempat Outbound Asyik di Karanganyar
    Ini suatu perjalanan ketika suatu hari, kawan-kawan saya sepakat buat dolan Perjalanan kali ini bukan ke gunung, hutan, ataupun laut. Perja...
  • 3 Kolam Renang Khusus Perempuan di Solo
    Berenang merupakan salah satu olah raga yang menyenangkan sekaligus menyehatkan. Ketika berenang, seluruh tubuh kita bergerak, secara otomat...
  • 5 Hotel Di Wonogiri Yang bisa Jadi Alternatifmu Menginap Di Kota Gaplek
    Membicarakan wisata, traveling dan semacamnya, memang tak bisa dilepaskan dari yang namanya hotel, dan kuliner. Karena blog saya beberapa t...
  • Review Novel Daniel Mahendra, “Perjalanan ke Atap Dunia”
                Sebetulnya buku ini sudah niat saya ambil dari rak buku Perpustakaan Ganesha sejak dulu-dulu. Tapi lantaran lagi sok sibuk, ci...

instagram

Created By ThemeXpose | Distributed By Blogger

Back to top