Review Novel Daniel Mahendra, “Perjalanan ke Atap Dunia”

            Sebetulnya buku ini sudah niat saya ambil dari rak buku Perpustakaan Ganesha sejak dulu-dulu. Tapi lantaran lagi sok sibuk, ciut nyali untuk mengambil buku setebal itu. Eh, entah karena dorongan apa, beberapa waktu lalu main lagi ke Perpustakaan Ganesha: sebuah perpustan keren di Solo, buku ini seolah memanggil-manggil. Tanpa pikir panjang langsung saja kucomot. Dan wow! Saya benar-benar merasa ini buku yang saya rindukan.



                Perjalanan ke Atap Dunia, adalah sebuah kisah perjalanan seorang Daniel Mahendra mengunjungi impiannya. Impian yang ia dapatkan sedari kecil untuk berkunjung ke Tibet, Negri Atap Dunia, lantaran sebuah hadiah komik: Tintin di Tibet. Buku ini bercerita bagaimana alam raya berkonspirasi mewujudkan impian yang sejak dulu selalu Daniel gaungkan.

                Suatu hari di awal 2011, seorang kawan, Ijul namanya, lagi-lagi bertanya padaku, “Jadi kapan mau ke Tibet?” Aduh! Aku masih belum bisa menjawab. Ketika aku hanya bisa tertawa, di situlah aku sadar: rupanya aku tidak pernah betul-betul kongkret dalam mewujudkan impianku soal Tibet. Semata angan belaka. Lamunan tanpa tahu malu. Lalu Ijul menambahi,”Kalau kamu nggak pernah merencanakan pergi, kapan sampainya?” tetaknya saat itu. Hmm, betul juga dia.

                Sering bercerita soal mimpinya, membuat kawannya tahu apa impian Daniel. Disitulah salah satu fungsi kawan dan mimpi. Ijul kawannya mengingatkan Daniel untuk benar-benar menggapai mimpinya. Ia mengajak Daniel untuk bersama pergi ke Tibet. Karenanya, Daniel berusaha keras mengumpulkan modal dari 0 untuk menjawab tantangan Ijul. Hingga suatu hari, sampailah Daniel pada pencapaian yang nyaris tak bisa ia percaya. Ia benar-benar menginjakkan kaki di Tibet. Meskipun pada akhirnya, Ijul tak bisa menemaninya.


                Atsmosfer ketika membaca buku ini, sama seperti ketika saya melalap habis buku “Balada Si Roy” nya Gol A Gong. Tak mengherankan kalau itu saya rasakan. Daniel seorang pembaca “Balada Si Roy”. Dan ia memang menemukan Roy dalam dirinya. Maka tak pelak, rasa rindu saya pada keseruan saat membaca “Balada Si Roy” dahulu, bisa terobati dengan buku ini.

                Perjalanan ke Atap Dunia tak hanya berkisah tentang pencapaian sebuah mimpi, lebih dari itu. Buku ini menunjukkan bagaimana traveling itu seharusnya. Traveling adalah sarana Daniel menemukan dirinya dan sempat pula menemukan cintanya.

                “Apa yang kamu cari Daniel?”

                Belum pernah ada yang bertanya seperti itu selama perjalananku. Apa yang aku cari? Gila! Aku tidak bisa menjawab pertanyaan sesederhana itu. Apa yang aku cari? Aku menyeruput teh hangatku yang masih mengepul-ngepul. Ia tersenyum menatap kegugupanku.

                “Masa muda Daniel, masa muda. Memang seharusnya begitu. Pergilah kemana pun kakimu melangkah. Itu akan menempamu. Memperkaya pengalaman batinmu,” ia menyedot lagi rokoknya. “Tetapi pada saatnya tiba,” ia melanjutkan, “Jadilah laki-laki yang merasa cukup dengan keluarga di rumah.”

                “Merasa cukup dengan keluarga di rumah?”

               “Ya, kelak istri dan anak-anakmu di rumah adalah harta sebesar-besarnya yang kamu miliki.”

                Aku tercenung dengan pendapatnya. Ia masih melanjutkan. “Kalau kamu sudah berkeluarga, kamu akan berpikir dua tiga kali untuk traveling seperti ini. Kan begitu?” Aku mengakui pendapatnya.

                Bagi pecinta buku berbau traveling. Kalian harus baca buku ini. Buku ini sudah terbit sejak 2012 lalu, dan saya sedikit kecewa kenapa saya baru membacanya sekarang. Hemm,

You Might Also Like

2 comments

Semoga yang tersaji, bisa bermakna.

Kalau kamu suka dengan artikel ini, jangan lupa share & like fanspage gubug kecil sang entung di facebook

Terima Kasih :)