Sensasi Seruput Segelas Kopi Jos Tugu Jogja
Saya bukan penggila kopi, hanya seseorang yang selalu bersemangat ketika diajak ke sebuah tempat yang memang khas untuk ngopi.
Seperti kala di Jogja, setelah acara dari New Saphire Hotel, berawal dari sebuah pertanyaan,
“Ada nggak sih tempat makan yang khas di dekat sini?”
Berdiskusi sebentar di atas motor, Adik saya yang kebetulan memang kos di Jogja langsung mengajak saya ke sebuah warung kopi di dekat tugu Jogja.
“Ini, kopi yang arangnya dicelupkan ke dalam gelas itu tho?” tanya saya memastikan sembari membaca nama kopi Jos yang tertera di spanduknya.
Saya ingat, dulu adik saya pernah memberitahu saya mengenai kopi unik ini. Saya sempat tereran-heran waktu itu, apa enaknya minum kopi dikasih arang? Kopi saja sudah pahit, masih harus dipahitkan lagi? Tapi beberapa hari setelah saya mendengar cerita itu, saya makin sering mendengar mengenai kopi Jos. Rupanya, kopi ini memang sudah terkenal di mana-mana. Saya saja yang ketinggalan berita.
Beberapa dekade setelah pembahasan kopi Jos, akhirnya baru Desember kemarin saya berkesempatan menikmati segelas kopi Jos bareng adik. Sebuah momen kebersamaan yang cukup langka buat kami meskipun sebenarnya beberapa kali saya ada kesempatan buat ke Jogja. Begitulah perkara waktu, seringnya menjadi alasan untuk memberi jarak pada apapun. Waktu kita susah untuk disamakan.
“Ada beberapa warung kopi Jos di Jogja, Mbak. Di sana juga ada,” tudingnya pada warung yang masih satu barisan dengan tempat kami mampir. Saya mengikuti telunjuknya. Malam yang remang membuat warung yang sedikit agak jauh itu tak nampak di pandangan saya. Ya mungkin nantilah kapan-kapan saya mampir ke warung kopi Jos yang lain lagi. Malam itu, cukuplah “Angkringan Kopi Jos Tugu Mbak Lina” menjadi ampiran kami.
Menu Angkringan Kopi Jos |
Memasuki angkringan Kopi Jos, perut saya yang sejatinya tadi sore sudah sangat kenyang, meronta lagi seolah menyatakan pendapat kalau ia masih siap untuk diisi. Beragam jajanan gorengan khas HIK, atau bahasa Jogjanya angkringan, menyemarakkan menu peneman menikmati kopi di sana.
Salah seorang penjual mempersilahkan saya duduk menunggu, setelah sepiring gorengan pilihan, kami serahkan untuk dibakar. Adik saya mendahului saya duduk, sementara saya masih tertinggal berdiri di belakang bapak-bapak yang bersiap membuatkan kopi kami.
Mumpung pertama kali ke situ, jelaslah saya enggan duduk sebelum hasrat kepo saya tentang pembuatan kopi jos terpenuhi.
Bapak-bapak itu mulai menyendok beberapa sendok bubukan kopi ke dalam gelas. Memberinya air lantas momen yang saya tunggu adalah ketika si bapak memasukkan arang menyala ke dalamnya.
“Jossss….”
Konon, suara air kopi yang mematikan nyala pada arang itulah yang kemudian membuat kopi ini diberi nama kopi jos.
“Ini arang kayu apa, Pak?” iseng saya bertanya.
“Kayu samin, Mbak. Harus arang kayu khusus. Nggak sembarangan arang kayu bisa dimasukkan ke dalam sini. Karna salah-salah, nanti malah bikin diare,” ceritanya membuat saya garuk-garuk kepala. Seumur-umur saya baru mendengar ada nama kayu samin. Saya pernah dengarnya masyarakat samin.
Atau saya yang salah dengar tentang penyebutan namanya? Entahlah, kala itu saya tak banyak bertanya lebih lanjut. Setelah segelas kopi selesai dibuat, kekepoan saya waktu itu beralih pada penasaran perihal rasa kopinya.
Sruputan demi sruputan saya rasakan sembari sesekali berjengit melawan panas kopi yang masih terasa. Mungkin lantaran saya bukan mania kopi. Jadi bagi saya kopi dimanapun itu rasanya cenderung sama saja. Kecuali memang kopi Bali Kintamani yang pernah saya cicipi di Ngopi Serius dulu yang ada sensasi kecut-kecutnya.
Buat saya, kopi jos pun rasanya juga sama saja. Mungkin lantaran kopi saya lebih berasa susu. Karna yahh, saya kan nggak suka yang pahit-pahit. Haha. Tapi biarpun kerap kali saya terlalu bodoh membedakan cita rasa kopi, rasanya saya tak pernah gagal menikmati sensasi romantisme yang selalu tercipta dari segelas kopi. Wikikik, ngopi sama adik saja gayanya menikmati sensasi romantis. Hadeuhhh.
Jadi begini maksud saya, kopi itu bagi saya selalu berhasil membuat obrolan menjadi hangat. Beberapa pengalaman ngopi bareng beberapa orang, seringnya membuat saya mengenal lebih jauh tentang orang itu. Mungkin ini efek caffeine yang punya kecenderungan menenangkan, makanya ketika kita ngobrol terasa lebih asik karena masing-masing dari kita menjadi jauh lebih rileks dan otomatis membuat lebih nyaman untuk lebih terbuka satu sama lain.
Kopi Jos sendiri, dikenal sebagai kopi yang ramah bagi penderita maag. Arang dari kopi ini banyak dipercaya mampu menghisap tingginya kadar caffeine, sehingga lebih aman untuk para penderita gangguan lambung.
Untuk harganya sendiri, segelas kopi Jos waktu itu (2016) hanya Rp. 5.000 sebuah harga yang cukup ramah dikantong bukan? Gorengannya sendiri juga kisaran 2000-3000. Menu gorengan lumayan komplit. Nasi kucingnya pun lumayan hot rasanya. Nah, mungkin Kopi Jos Tugu Mbak Lina ini bisa jadi pilihan alternativ kuliner malam di Jogja. Tempatnya sudah buka dari sore sekitar pukul 16.00.
Membicarakan kopi saya jadi ingat sebuah status di instagram teman yang mengibaratkan keharusan manusia untuk meninggalkan zona nyaman yang ia miripkan dengan biji kopi. Saya lupa bagaimana ucapannya, tapi kurang lebih seperti ini:
“Jangan menjadi seperti biji kopi di dalam toples. Jika hanya terlalu nyaman di dalam toples, kopi tak akan berarti apa-apa. Tapi biarkan dirimu menjadi biji kopi yang tak pernah protes walau harus mengalami sakitnya ditempa. Penempaan biji kopi mengubah kopi menjadi serbuk yang lebih bermakna. Menjadikannya bisa diminum, ataupun menjadi bahan campuran makanan. Seperti manusia, penempaan ujian hidup harusnya mengubah manusia menjadi lebih dewasa dan bijaksana. Dan sudah seharusnyalah seorang manusia memberikan banyak makna dalam hidupnya dan sekitarnya. Jadi, kawan, beranikanlah dirimu keluar dari toplesmu. Carilah maknamu!”
Duhhh. Selalu saja ada banya kata-kata romantis maupun inspiratif dari segelas kopi.
Angkringan Kopi Jos Tugu "Mbak Lina" Jogja:
Jl. Margo Utomo No. 1, Gowongan, Kota Yogyakarta
15 comments
Hm, jadi nggak tambah pahit ya rasanya. Pernah pingin nyoba kopi jos di angkringan di dpn stasiun tugu tp batal. Soale sy gak suka kopi mba
ReplyDeleteaku pesan pkai susu yang banyak mbak. hehe. kalau kopi jos yang depan stasiun tugu saya belum pernah coba juga
DeleteSemoga nanti romantisme kopinya bisa terjadi beneran, bukan sama adiknya ya Mba Aida..hihihi..
ReplyDeleteIya..kopi memang ada yg asem Mba.. Beberapa kopi sifatnya gitu. Kata suami sih, roastingan kopi juga pengaruh. Aduh, aku mah ngga paham lah..
Tapi menurut yang pernah aku dengar, emang si arang ini menyerap kafeinnya. Jadi ada khasiatnya gitu. Hahambuh lah yaa.. Sing penting jos lah Mba..:D
wkwkwkw. amin...
Deletefungsi arangnya di situ menyerap kafein katanya mbak. beberapa sumber menyebutkan bisa menyembuhkan maag karena menetralisir asam lambung. Tapi kalau menurut saya lebih tepat kalau kopinya menyerap kafein makanya lebih aman buat lambung. Kalau dibilang menyembuhkan kurang tepat rasanya, wong arangnya nggak dimakan
iya nih aku belum pernah nyoba, meski berkali2 ke jogja :3
ReplyDeletewajib tuh mas disempatkan ;)
Deletekebetulan gw kopi lover bgt, kalo kebetulan maen di jogja pokoknya kudu wajib nyeruput kopi jos..
ReplyDeleteYip. Wajib mas
Deletemurah, enak, dan hot....
ReplyDeleteduh jogja....
Bikin kangen yaaa. Haha
Deletewaahhh mantap juga nih bisa nikmatin Kopi Jos di Tugu YK .........
ReplyDeleteMampir mas kalau ke jogja
DeleteKebetulan saya maagh jadi keknya cucok ni klo ngangkring di sini,...#comot sate puyuhnyaKebetulan saya maagh jadi keknya cucok ni klo ngangkring di sini,...#comot sate puyuhnya
ReplyDeleteHahaha. Jangan lupa bayar mbak
Deletekopi di wenehi areng opo yo sehat tho mbak gubug haha..
ReplyDeleteapa lagi makannya sate2 jeroan sego bandeng kayak gitu....
nek aku tetep tak mam hahah, tapi gak sering-sering :)
Semoga yang tersaji, bisa bermakna.
Kalau kamu suka dengan artikel ini, jangan lupa share & like fanspage gubug kecil sang entung di facebook
Terima Kasih :)