Sejenak Menapak Kering Bledug Kuwu Grobogan

“Apa yang mau ditonton dari tempat kering seperti ini?” Tanya bulik sembari menyipitkan mata menahan silau. Tapi meski begitu, kaki Bulik tetap bergerak mengikuti langkah si Om yang sudah mendahului menuju tengah, mendekat ke arah Bledug Kuwu.

“Iya, apa yang mau ditonton dari sebuah lahan kering begini?” Batin saya sepakat.

Semua nampak kerontang, gersang. Tapi, begitu pandangan saya lempar pada sebuah gundukan lumpur yang pelan-pelan membesar kemudian membuncah, memuncratkan cairan-cairan lumpur ke sekitarnya,  saya langsung ingat kalau Bledug Kuwu ini konon katanya merupakan salah satu keajaiban yang ada di Indonesia. Lapindo di Jawa Tengah versi kecil.


“Jadi,  apa yang mau ditonton?" menanyai diri sendiri lagi.

Hemm, saya tau sekarang:

Saya mau menonton keajaiban.

***

Memasuki pintu loket, tanah-tanah terbelah berwarna abu bercampur coklat terlihat berantakan seolah baru saja dicongkeli. Agak jauh di sisi kanan, sebuah mobil bego terlihat menggerakkan belalainya. Mungkin mobil ini salah satu penyebab kenapa tanah-tanah itu terlihat semrawut. Saya tidak tahu apa tepatnya yang dilakukan si bego. Tapi kelihatannya seperti membuat urukan dengan meninggikan tanah dihadapannya.

Semakin ke tengah, tanah coklat yang semrawut berganti menjadi lumpur berwarna semen yang mengering. Kaku, dan mlethek, layaknya tumit kaki yang kering. Di luar, sebelum loket pembelian karcis masuk, tanah-tanah coklat becek tergenang, menampakkan diri bahwa mungkin kemarin ada hujan yang mengguyur. Tapi tetap saja lumpur-lumpur kering di area wisata Bledug Kuwu bercerita bahwa nuansa kering jauh lebih dominan dan hujan seolah tak berpengaruh apa-apa di tempat ini.

bledug kuwu

bego bledug kuwu


“Hati-hati, Mbak! Beberapa tanah di sini masih labil,” ujar seorang bapak-bapak sembari menenteng toa. Ia lantas berjalan mendahului saya. Saya kira awalnya bapak ini petugas penjaga di kawasan Bledug Kuwu. Karena beberapa kali ia meminta pengunjung berhati-hati sembari ia sendiripun melangkah dengan gesit memijak lumpur,  terlihat paham mana yang baiknya diinjak dan yang tidak. Perkiraan saya makin kuat, manakala ia menyuruh saya dan orang-orang di sekitar saya untuk berhenti pada sebuah lokasi yang menurutnya adalah batas aman untuk mendekat ke Bledug Kuwu.

“Ini kalau habis hujan deras bahaya, Mbak. Makin labil lumpurnya,” ujar si Bapak memutus argumen saya bahwa hujan tidak berpengaruh apa-apa. Mungkin saja hujan yang kemarin tak terlalu deras, sehingga lumpur-lumpur itu masih terlihat awet kering. Walaupun ya, pada dasarnya memang masih labil.

Nih Mbak, tanahnya masih labil,” si bapak itu berdiri pada sebuah gundukan lumpur yang mengering,  lantas sedikit berlonjak-lonjak, membuat hentakan-hentakan kecil dengan kedua kakinya. Lumpur kering dibawahnya bergerak-gerak seperti  sebuah sebuah spon. Memantul ketika ditekan.

Saya membulatkan bibir kaget sekaligus sedikit ngeri. Bagaimana kalau tiba-tiba lumpur kering itu memecah dan menjadi semacam lumpur penghisap?

Nduk-nduk, ojo nyedak. Nek ambles,” Om saya  meminta saya mundur  . Saya mengikuti sarannya, mundur sedikit dari tempat bapak-bapak itu memijak. Yang saya heran, bapak itu tampak tak khawatir. Ia tetap berdiri, tak bergeming dengan berbagai resiko yang bisa saja terjadi.

Monggo yang mau tau asal mula Bledug Kuwu. Buku ini lengkap. 10 ribu mawon,” bapak-bapak tadi, baru saya ngeh kalau ia ternyata penjual buku. Bukan petugas pariwisata seperti yang saya kira sebelumnya. Semangatnya meluap-luap menawari tiap orang yang semakin lama semakin banyak yang datang.

gardu pandang bledug kuwu
View Bledug Kuwu dari gardu pandang


Ampun mriku-mriku, bahaya. Di sini saja, tanahnya labil di sana”. Ditengah kesibukannya promosi, matanya masih saja sigap mengawasi.  Sesekali, promosinya diselipi peringatan pada beberapa pengunjung yang hendak mendekat ke arah Bledug Kuwu yang meletup-letup.

Bapak itu membuat sendiri batas aman bagi kami. Tak ada tanda yang menyiratkan itu aman, namun mungkin dengan nalurinya sebagai penjual yang nyaris setiap hari ada di sana, ia jadi tahu.

“Di sini ada kandungan garamnya. Karena memang tempat ini tersambung langsung ke laut kidul. Monggo kalau mau tau sejarahnya di buku ini, komplit.  Ada kisah tentang Ajisaka di sini. Komplit. 10 ribu mawon,” promosinya lagi.

Saya mengernyit. Penasaran sebetulnya tentang asal muasal lokasi ini. Tapi panas matahari yang berpadu dengan hawa kering di Bledug Kuwu membuat keluarga saya akhirnya memutuskan untuk segera bergegas pulang. Lagipula, dompet saya ternyata tertinggal di tas. Jadilah, bapak itu saya tinggalkan tanpa buku yang ia pasarkan. Ya sudahlah, nanti penasaranmu biar dijawab internet. Batin saya dalam hati.

tersangkut bledug kuwu
Sandal  yang saya temui. terlihat mengering menyatu bersama lumpur


Segelas Kelapa Muda di Pinggiran Bledug Kuwu

bledug kuwu kering

“Itu Mbak, kerjaan nggak selesai-selesai,” cerita seorang ibu-ibu penjual kelapa muda saat saya menanyakan tentang apa yang dilakukan mobil bego di dalam sana. 

Keluar dari lokasi Bledug Kuwu, kami mampir di salah satu warung kelapa yang banyak tersedia di luar lokasi Bledug Kuwu. Segarnya kelapa muda menjadi minuman paling pas guna melawan panas dan kering yang terasa.

“Memangnya mau dibuat apa buk?” sembari menyerupt segelas kelapa muda saya bersemangat menyimak cerita si Ibu.

“Kalau dari rencana, mau ditinggikan biar para pengunjung bisa enak jalan-jalannya, dan bisa sampai ke dekat sana. Pokoknya mau dibagusin. Tapi ya itu, ini tanahnya labil Mbak,” ceritanya kembali. Membahas tanah labil, saya langsung ingat tentang bapak-bapak yang menghentakkan kakinya tadi.

“Itu aja biar begonya bisa lewat, sampai menghabiskan kayu glugu seratusan lho mbak jumlahnya,”

“Maksudnya buk? Kayu glugu buat apa?” saya mengernyit.

“Jadi kayu glugu itu disusun di bawahnya, biar bego itu bisa lewat. Tapi ya namanya tanahnya labil, nggeh ambles terus Mbak,” lanjutnya kemudian.  Saya membulatkan bibir. Meskipun saya sendiri masih belum ada gambaran bagaimana bego bisa melewati kayu glugu dan bagaimana meraih kembali bego ketika ambles.

"Karena saking sering ambles itu, Mbak, makanya nggak selesai-selesai," Ibu itu melanjutkan lagi ceritanya,

“Bledug itu karna suaranya bledug… bledug…  kayak gludug, Mbak. Kalau Kuwu itu nama daerah di sini,” Saya mengangguk-angguk saja menanggapi.

“Dulu lumpurnya besar Mbak, tapi semakin lama Bledug Kuwunya semakin kecil. Dulu banyak yang menambang garam di sini, sekarang udah jarang yang mau,” ceritanya kemudian.

Kelapa muda dalam gelas saya tinggal tersisa sedikit. Hawa panas begini, bikin rakus saja meneguk kesegaran kelapa. Lagi-lagi, cerita tentang garam membuat saya penasaran. Senada dengan bapak penjual buku tadi, Ibu ini pun berujar bahwa Bledug Kuwu terhubung langsung dengan laut kidul sehingga banyak garam yang terkandung. Duhh, akal saya belum bisa menerima. Lokasi Bledug Kuwu saja jauh dari laut manapun. Masak bisa terhubung?

Bledug Kuwu dan Legenda Ajisaka

Bledug Kuwu

Jadi, kenapa Bledug Kuwu dikatakan para penduduk terhubung ke laut kidul? Setelah saya browsing sana-sini, rupanya ini tak terlepas dari dongeng yang beredar. Tentang Joko Linglung, anak Ajisaka yang mengalahkan Prabu Dewata Cengkar yang telah berubah menjadi buaya putih di laut selatan. Setelah berhasil, Joko Linglung yang tubuhnya seperti ular raksasa kembali ke kerajaan Medang Kamulan dengan lewat jalur tanah dari Laut Kidul. Bekas jalur yang dilewati inilah yang kemudian konon menjadi penghubung dengan segara kidul dan menyebabkan bledug kuwu meletup-letup seperti sekarang.

Penjelasan ilmiahnya sendiri Bledug Kuwu merupakan letupan gas pada endapan lempung yang terkumpul secara berkala. Endapan lempung yang cukup tebal, dimana di bagian dalamnya terakumulasi gas sehingga terbentuk ruangan yang cukup tebal dibawah tanah. Ruangan yang terbentuk memberikan tempat untuk terkumpulnya air formasi yang asin dan ikut keluar saat terjadi letupan gas setinggi 1 – 5 meter dengan interval beberapa jam. Bahkan menurut penduduk setempat dulunya tinggi letupan Bledug Kuwu dapat mencapai 10 meter dengan interval 5 menit (Sumber)

Berapa Biaya Masuk Bledug Kuwu

biaya bledug kuwu

Bledug Kuwu berlokasi di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah. Untuk masuk kemari 2016 kemarin biayanya tiket masuknya murah meriah. Cukup membayar Rp. 2.000 kita sudah bisa melihat lumpur Lapindo versi Jawa Tengah. Ow ya, tips ya kalau kemari, jangan lupa bawa masker, dan hai-hati selalu dalam melangkah.


You Might Also Like

29 comments

  1. Ya Allah dari jaman dulu sampe sekarang masih aja bayarnya 2000. Aku ingat tahun 2005 main ke sini, tarifnya entah berapa hahahahaha.

    ReplyDelete
  2. oh jadi sudah gak ada yg nambang garam ya, kirain masih ada. btw foto yg pertama itu seperti membentuk motif abstrak mbak, unik :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sudah jarang katanya mas.
      Hehehe.abstrak? Wah jiwa senimu nampaknya tinggi :D

      Delete
  3. Suka ama tulisannya.. keren. Btw mobil bego tu maksudnya mobil backhoe bukan?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Suwun mb wid. Iya mbak. Backhoe. Kalau ditempatku sering dipanggil bego mb

      Delete
  4. Subhanallah, tanahnya bisa kayak gitu ya. Ngeri ya, bisa ambles.

    ReplyDelete
  5. Replies
    1. Sedikit serembsih memang. Tapi tetep menarik kok

      Delete
  6. Aku penasaran sih. :o Tapi ngeri juga ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Cobalah ke sana mbak. Biar nggak penasaran :)

      Delete
  7. Uti belum pernah kesana loh mba.
    Postingannya lengkap banget bikin uti baper
    Jalan menuju kesana sudah oke oce kan mba?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe. Jangan baper ti :)
      Sudah oke ti jalannya. Beraspal kok. Mudah dijangkau

      Delete
  8. seram banget sih bledug sewunya.. semua tanahnya kering banget tuh...
    penasaran jadinya.. pengen melihat secara langsung...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kuwu mas. Bukan sewu. Langsung cus ke sana saja mas. Biar nggak penasaran

      Delete
  9. Wisata murah meriah banget, hanya dengan 2000 rupiah bisa melihat fenomena alam yang unik ini :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hyap. Super murah. Cobalah buat ke sana mbak

      Delete
  10. bukan bego mba tapi backhoe atau singkatnya beco, tpi nama aslinya hexavator.. Itu jg kenapa pake kayu gelongongan buat alasnya Beco, yah habis banyak lah, seharusnya dia pake Beco yg tipenya Swamp Barge seperti di Lapindo jdi bisa ngapung..

    Tapi emank berasa di Lapindo ya mba, walaupun versi kecil tpi tetep aja menakutkan, semoga dia tetep kecil dan gak membesar kyak lapindo yah..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Biasa panggil bego mas di tempat saya. Setau saya nama lainnya ya backhoe. Baru tau malah kalau namanya hexavator :D
      Owh ada ya mas yang bisa ngapung? Wah sampean sepertinya perlu ke sana mungkin mas. Kasih masukan, biar cepet selesai itu.
      .
      Iya amin. Semoga nggak jadi seperti lapindo. Tapi memang muatan yang dimuntahkan kuwu dan lapindo berbeda. Sama-sama lumpur tapi kandungannya berbeda

      Delete
  11. iki kok malah dolanan lumpur ki piye tho mbak brooo hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. ora dolanan yo pakkk. wkwkwk. tapi ndolani lumpur kering

      Delete
  12. Bedak Luwu dulu jadi objek wisata ngehits dijamannya, jadi inget Dharma wisata pas SD ke sana.

    ReplyDelete
    Replies
    1. bedak luwu? bledug kuwu mbak.... wah sudah sejak sd ya? berapa tahun yang lalu itu?

      Delete
  13. Padahal menantii gambar kelapa mudanya aku hihi
    Dulu aku baca bledug kuwu itu di liputan majalah bobo mb, dan disiyu diilustrasikannya si bledug kuwu kayak ada mripatnya terus bisa nyedot gitu bledug bledug, lalu aku jadi teringat lumpur hisap

    ReplyDelete
    Replies
    1. hihi. nggak moto klapanya mbak.
      wah ilustrasinya. btw memang lumpur ini kalau salah injak bisa kejebur mbak. jadi musti hati-hati

      Delete
  14. dari jaraknya mungkin lebih dekat ke laut utara mba, tapi gak tahu juga apakah emang bener ada sambungannya ke laut selatan.

    berkali-kali ke Grobogan malah saya belum pernah ke sini, panasnya itu euy...bikin pingin nyeruput es teh terus...ehhehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya. harusnya lebih dekat ke utara ya? tapi tetep masih jauh.

      haha, kalau ke sini bawa bekal es teh yang banyak mas

      Delete
  15. Ini kapan mbak sampeyan ke Bledug Kuwu nya..?
    Kok masih agak basah tanahnya..

    Pas ak ke sana bener-bener pas kering soalnya..

    ReplyDelete

Semoga yang tersaji, bisa bermakna.

Kalau kamu suka dengan artikel ini, jangan lupa share & like fanspage gubug kecil sang entung di facebook

Terima Kasih :)