Wonoasri Seper, Wisata Pinus Wonogiri

“Rul, Rul, nggak kuat!”  ujar saya setengah menjerit.

Jantung saya pagi hari itu berdegup kencang tiba-tiba. Pasalnya, motor saya baru saja berhenti di tengah-tengah tanjakan menuju Hutan Pinus Seper.

Nurul langsung turun ia lantas dengan sigap menurunkan gigi motor saya. Rem tangan masih kuat saya pegang, tapi kemudian saya kembali menyalakan gas dan segera membawa motor naik ke atas menuju jalan yang agak datar.

Fiuhhh, untung ora ngglundhung,” batin saya lega.


Sebenarnya jika dibandingkan jalan menuju Soko Gunung, tanjakan di sini tidak terlalu parah. Hanya saja, saya memang tak terbiasa dengan jalan menanjak, jadinya ya begitu, kagok kalau oper-oper gigi.

Untungnya, adik sepupu saya ini biarpun belum punya SIM lumayan cekatan juga kalau masalah motoran di jalanan menanjak.

“Kamu aja yang depan, Rul,” pinta saya masih dengan deg-degan yang tak juga ilang.

Nurul terkekeh, tapi lantas segera mengambil kendali.

Motor kembali melaju, kini dengan posisi saya di belakang.

Yeah, setidaknya dengan begini saya bebas menikmati pemandangan kiri-kanan.

Kawasan Jatipurno Wonogiri, sebuah daerah yang cukup jauh dengan rumah saya yang masih masuk Wonogiri Kota. Butuh sekitar 1,5 jam perjalanan.  Hari itu untuk pertama kalinya saya melewati daerah bernama Jatipurno ini.

Aroma wangi dari para petani yang menjemur panen cengkehnya, merebak sepanjang jalan. Baru saya tahu hari itu, bahwa di Wonogiri tepatnya di Jatipurno , cengkeh merupakan salah satu tanaman komoditi. Bahkan, Jatipurno disebut pula sebagai kota cengkeh.

Menuju Hutan Pinus Seper




Dari Wonogiri Kota, ambillah arah menuju Jatisrono. Ketika sampai di dekat Terminal Jatisrono, akan ada pertigaan dengan penanda sebuah tong. Di pertigaan ini, kita belok ke kiri, ikuti terus jalan lurusnya. Maka kita akan memasuki kawasan Jatipurno.

Jalur dimulai dengan jalanan beraspal, namun kemudian kita akan dipertemukan dengan jalur cor yang ditengahnya merupakan batuan. Nanti setelahnya akan ada perempatan jalan beraspal, ambil jalur yang lurus melewati Pasar Jatipurno. Setelahnya akan ada jalan cor yang terlihat sudah lama dan juga belokan yang langsung menanjak. Ikuti terus jalan ini. Lurus terus nanti akan ketemu dengan jalan berbatu hingga tiba di gapura yang menunjukkan kawasan Wonoasri.

Ada Apa di Wonoasri Seper?



Saat tiba di sini, saya dan Nurul, adalah pengunjung pertama. Hanya ada seorang bapak-bapak yang nampaknya sedang bersantai di warung yang terlihat sudah tak terpakai. Penjual karcis pun belum ada yang datang.

Hutan terlihat sepi. Hanya sesekali suara kera dan burung bersahut-sahutan memeriahkan pagi.

“Dimana kudanya Rul?” Saya mengedarkan pandang. Menurut informasi Nurul yang pernah ke sini sebelumnya, di Hutan Pinus ini dilengkapi pula dengan fasilitas kuda yang bisa digunakan wisatawan untuk keliling hutan.

“Kayaknya cuma ada kalau hari Minggu,” jelas Nurul membuat saya mengangguk-angguk. Kawasan Wisata Wonogiri nampaknya memang paling ramai kalau hari Minggu tiba.

Hutan Pinus Wonoasri Seper, saat ini sedang dalam proses penataan. Hutan ini, awalnya hanyalah hutan pinus biasa, namun kini ia mulai ditata dengan dilengkapi beberapa fasilitas yang bisa membuat betah para wisatawan.

Dari tempat kami memarkir motor, Sebuah pemandangan berupa tanaman pinus yang berdiri diantara hamparan tanaman berdaun merah yang entah apa namanya membuat saya ingin segera melangkah mendekat. Berada diantara pohon-pohon begini selalu terasa menyenangkan.

“Ngapain ke Seper? Ini bukan hari Minggu! Kalau Minggu ada reog di sana. Kalau nggak hari Minggu meh nonton opo? Sepi!” Saya kembali terngiang ucapan budhe tadi sebelum berangkat.

Benar sih, di sini sepi. Tapi bukannya alam selalu nampak menarik saat tak berpenghuni? Yeah, setidaknya, saya dan Nurul bisa puas membentangkan pandangan ke segala arah tanpa terhalang kerumunan manusia.

Rumah-rumah kecil yang sepertinya adalah rumah-rumah tawon terpasang di badan-badan pinus. Sayangnya ukurannya kecil. Saya malah membayangkan jadi liliput terus tinggal di sana, hemm pasti seru.

Lantaran itu tidak mungkin, saya akhirnya hanya bisa berpuas diri naik-naik ke tempat panjatan flying fox yang pagi itu masih belum buka. Biasanya, kalau buka tarifnya Rp. 20.000. Dari papan naik flying fox ini padang bunga terlihat rapi. Saya mencoba menghitung-hitung jenis bunga yang katanya ada 7. Tapi gagal. Kalau bunga-bunga termasuk bunga-bunga rumput dihitung, harusnya lebih dari 7. Tapi jika tidak dihitung, saya gagal menemukan jenis bunga apa saja yang dimaksud yang menjadi andalan baru di kawasan wisata ini. Harusnya, saya mencari informasi. Tapi Hemm, seperti yang saya bilang tadi, sepi. Tak ada petugas informasi yang bisa saya tanyai.

Tertahan di Seper

Langit terlihat tak bersahabat. Sekitar pukul 8 pagi, harusnya mentari menampakkan semburatnya. Tapi langit hanya sendu,  nampak kelabu. Selesai menikmati sepi dengan menjelajahi jajaran pinus, bersantai di saung-saung bambu, serta sesekali foto selfi, saya dan Nurul lantas memutuskan turun.



Langit yang tak juga bersahabat, tiba-tiba saja mengguyur kami dengan curahan hujan yang tak berkesudahan. Setengah berlari, kami menuju ke sebuah warung yang baru saja buka. Tak lama berselang dari kedatangan kami, sepasang suami istri yang baru saja tiba di hutan pinus langsung ikut berteduh.

“Yahh, hujan-hujan gini, bakalan bikin boros aja!” keluh Nurul lantas menjumput tempe goreng yang masih fresh dari penggorengan.

Saya terkekeh. Mau bagaimana lagi, kami berteduh di sebuah warung bambu dimana warna kuning gorengan terlihat selaras dengan warna bambu-bambu yang menyusun warung itu. Belum lagi, hawa dingin yang berembus sungguh bikin laper sekaligus baper.  Bahkan, tak cukup hanya sekedar gorengan, mie sedap cup pun ikut menjadi menu penghangat kami.

“Ini hutan pinus udah lama, Mbak. Saya sejak tahun 90an udah sering ke sini. Cuma ya belum seapik sekarang,” cerita suamiistri itu.

“Dulu belum digarap, dan belum ada warung-warung begini,” tambahnya lagi.

“Iya mbak, Seper seperti sekarang  baru 2016 ini. Saya dulu juga nggak jualan di sini,” Ibu pemilik warung ikut bercerita.

Saya hanya mengangguk mendengarkan.

“Ini pengelolanya hanya warga sekitar. Pelan-pelan mbak, semua diperbaiki,” cerita si Ibu saat saya mengeluhkan jalan kemari yang tidak terlalu bagus dan susah.

Hujan semakin deras mengguyur,  terbawa angin masuk ke dalam warung hingga kami harus kelimpungan mencari posisi yang aman dari percikannya. Di atap, air hujan menggenangi terpal plastik yang posisinya paling bawah. Takut terpal itu ambruk dan membasahi kami, akhirnya kami jadi bergotong royong berusaha menyingkirkan air itu menggunakan tangan sambil melonjak-lonjak.
Anggap saja, olah raga di pagi hari.

Habis Berapa?




Kalau ditanya habis berapa, harusnya saya hitungkan dengan jajan dan bensin yang dibutuhkan untuk menempuh perjalanan kemari. Hehe.

Tapi, ini saya katakan saja tiket masuk ke hutan pinus Wonoasri Seper. Tiketnya adalah Rp. 4.000

Tiket yang murah bukan? Yap, wisata ke Wonogiri memang tak akan menghabiskan duit banyak.
Nah, daripada liburan bengong mending  explorasi Wonogiri








You Might Also Like

24 comments

  1. Wah jadi pengen travelling ke wonosari nih. Ternyata wonosari banyak tempat Yang keren

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wahh ini bukan wonosari ms. Ini wonoasri di wonogiri

      Delete
  2. Tempatnya adem ya kayaknyaaa

    ReplyDelete
  3. Mba.. wisata hutan itu memang sesuatu membawa damai fi hati.. tapi kl pakai kehujanan itu bonusnya.. jd kebayang komik a.c aderson dgn hutan dan srigalanya...

    ReplyDelete
  4. Ya ampuuun, kendele mbaaak.
    Pengin ke Seper tapi dalane kok ngono.
    Aku senang sih, ke hutan gitu, udara sejuknya bikin rileks.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe. Tapi terbayarkan kok mb eti. Ra gelo lah

      Delete
  5. Serem banget Mbak naik motor tanjakan gitu, kalau saya sudah pasti gak berani. :). Tapi semua tampaknya terbayar ya. Pemandangannya bagus, memukau. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sebenernya nggak terlalu nanjak bgt kok mbak. Yg pasti sejuknya itu yg saya suka

      Delete
  6. Replies
    1. Sekalian ke pinus sewu ae ms. Tapi lueh ekstrim kata org2, jangan sendirian lah yg pasti

      Delete
  7. Ke jatipurno? Haduuh jauhnya...tapi sebanding y kalo liat foto2nya..

    ReplyDelete
  8. Hutan pinus di jogja itu aepertinya ada beberapa ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mb rita gagal fokus deh. Ini bukan di jogja. Ini di wonogiri. Hehe

      Delete
  9. lha kok murah meriah ngene mbal..next ak tak dolan wonogiri ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. wah, harus itu pak :-D karna di Wonogiri gak ada yg mahal

      Delete
  10. Ternyata wonogiri juga ada hutan pinus ya mbak, wah seru juga, baca artikelnya seru juga seperti saya masuk di suasannya. Biasanya kalau wonogri hanya lewat hehe, dulu pernah di pantai nampu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mas. Ada beberapa malah. kapan-kapan kalau ke Wonogiri lagi dicoba saja mas buat menjelajah hutan-hutan pinusnya

      Delete
  11. Aku 2 minggu yang lalu juga mau kesini mba, tapi belum jadi. Ahhh jadi makin pingin dateng kesini abis baca cerita nya mba 😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe,,, di planing lagi mbak. Biar bisa jadi ke sini lagi :-)

      Delete
  12. Wah bisa mampir kesini kalo pas mudik :D
    Btw ibu saya jg asalnya wonogiri kota, tepatnya kecamatan giriwono :)

    ReplyDelete
  13. pengen gowes kesini..tapi jauh banget...

    ReplyDelete

Semoga yang tersaji, bisa bermakna.

Kalau kamu suka dengan artikel ini, jangan lupa share & like fanspage gubug kecil sang entung di facebook

Terima Kasih :)