Tanah Air ku tidak kulupakan

Waktu itu usia saya sekitar 8 tahun. Keinginan saya cuma ke Jakarta lalu ke Taman Mini. Pikiran saya Indonesia itu ya hanya tempat saya tinggal dan Jakarta. Karena kebetulan sepupu saya sering liburan ke sana dan selalu pulang membawa cerita baru.

Ketika usia saya bertambah, saya mulai mengenal pelajaran IPS, mulai mengenal peta. Saya baru tahu, Indonesia itu Negara kepulauan. Tapi ketika itu yang saya tahu ya cuma Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Halmahera, Nusa tenggara, dan Papua. Guru saya pernah bilang, ada banyak pulau-pulau kecil di Indonesia yang bahkan tidak berpenduduk. Sudah, sampai di situ saja pengetahuan saya. Dan saya ketika itu hanya manggut-manggut. Sekedar berkata, “Ohh, begitu,”

sumber: google.com


Entah saat usia ke berapa saya mulai menjadi pecinta buku. Saat itu majalah Bobo jadi bacaan favorit saya, dimulai dari Bobo bekas yang dibelikan eyang. Suatu hari saya dibelikan Bobo edisi baru yang berhadiah buku saku tentang pengetahuan ke khasan masing-masing daerah di Indonesia.  Tentang rumah adat, tari-tarian, baju daerah, dan sebagainya. Bukunya bergambar, sehingga saya sangat tertarik. Lebih tertarik lagi ketika Ibu saya membelikan poster bergambar rumah dan pakaian adat daerah. “Lho nduk, Indonesia itu berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Itulah kenapa di lambang burung garuda ada tulisannya Bhineka Tunggal Ika” ujar Ibu saya suatu hari sembari menunjuk pajangan burung Garuda di rumah.

Ketika itu saya mulai punya keinginan untuk pergi ke provinsi-provinsi di gambar itu untuk melihat rumah adat dan baju adatnya. Saya belum berfikir tentang wisata. Saya hanya berfikir kalau kita ke sana itu ya bakal datang, nonton rumah dan bajunya, terus pulang.

Waktu itu saya membayangkan kalau kita ke Kalimantan ya kita bakalan ketemu sama semua orang yang pakai baju suku dayak, "sapei sapaq". Lantas kita bakalan tinggal di "Rumah Panjangya", lantas kita bakal teriak “ Au…uuuu….uuu” sembari menepuk-nepuk mulut dengan tangan.

Saat entah kelas berapa, saya mendapat pengetahuan bahwa di Sumatera ada wisata Danau Toba. Dan Indonesia memiliki Taman Nasional Bunaken yang memiliki wisata bahari indah sekali. Saya langsung ingin sekali ke sana. Apalagi ketika melihat liputan tentang Bunaken di sebuah stasiun televisi. Saya pun mulai menuliskan dua tempat itu di sebuah buku agenda. Saya menuliskan tempat-tempat yang ingin saya datangi. Saat itu, tempat wisata alam yang saya tulis hanyalah Danau Toba dan Bunaken. Sementara lainnya adalah semua nama pulau, beberapa nama kota besar seperti Jakarta, Bandung, serta tempat-tempat wisata buatan yang sudah terkenal di Indonesia seperti Taman Safari, Taman Mini, Candi Borobudur, Candi Prambanan dan Monas. Karena hanya itu yang saya tahu tentang Indonesia.

Semakin saya besar, saya sempat melupakan keinginan yang saya tulis di buku itu. Kesibukan bergelut dengan sekolah membuat ingin menjelajah saya sempat terkubur. Ketika akhirnya sepupu saya menunjukkan hasil penjelajahannya ke Gunung Merapi, keinginan menjelajah itupun kembali. Saat itulah ingatan saya tentang catatan saya waktu kecil menyeruak. Dan serta merta saya sadar, Indonesia itu punya banyak kekayaan alam, nggak cuma ke khasan budaya. Salah satunya gunung. Dahulu belum ada internet, sehingga saya hanya bisa melihat foto-foto keindahannya dari foto sepupu saya.  Maka jadilah keinginan mendatangi gunung itu masuk dalam daftar keinginan baru.

Suatu hari, keinginan saya mendaki gunung menemui jalannya. Saya diberiNya kesempatan, melihat gunung Merapi. Dahulu mendaki gunung belum sebooming sekarang. Jadi saya bisa sedikit berbangga, saya datang ke gunung tulus karena rasa penasaran dengan alamnya, bukan karena mencari spot untuk foto DP 8-). Dari perjalanan pertama itu saya benar-benar sadar-sesadar-sadarnya, Indonesia itu indah. Indonesia itu amazing, Indonesia itu luas. Dan tentu saja, Tuhan itu maha besar.
Pasar Bubrah Merapi


Perjalanan ke dua saya adalah ke gunung Merbabu. Dari perjalanan ke dua ini, saya bertemu dengan banyak orang dari berbagai daerah. Di situ saya semakin sadar, betapa beragamnya negri ini. Dan pemandangan Gunung Merbabu tidak luput dari membuat saya terkagum akan Indonesia. Apalagi ketika saya ke Merbabu bertepatan dengan hari pahlawan. Melihat Merah Putih dibentangkan di atas sana membuat saya terharu. Ahh, Indonesia, masih adakah alasan untuk tidak membanggakanmu?

Gunung Merbabu
Meskipun belum banyak tempat yang saya datangi, tapi jalan-jalan membuka mata saya tentang Indonesia. Tentang benarnya ucapan Ibu saya tentang berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Serta membuat saya sadar negri ini benar-benar Negara kepulauan. Dari situ saya semakin giat mencari informasi seputar indahnya alam Indonesia dari internet maupun beragam buku traveling.

Keinginan saya tentang wisata Indonesia pun tidak lagi sebatas Danau Toba dan Bunaken ataupun Candi Borobudur. Pulau-pulau di Indonesiapun bukan lagi sebatas Jawa, Sumatra dan Kalimantan. Tapi semuanya sudah berkembang menjadi Karimun Jawa, Kepulauan seribu, Pulau Kei, Kanawa, Pulau Moyo, Pulau Rinca, yang pasti sudah merekah ke kepulauan-kepulauan kecil yang dahulu jarang atau bahkan tidak pernah masuk pembahasan pelajaran sekolah juga tak tertera di peta.

Materi pelajaran PKN tentang “Cinta Tanah Air” semasa SMP jadi lebih relevan. Bagaimana nggak cinta coba, gunungnya indah, lautnya elok, manusia dan budayanya ramah dan beragam. Tidak ada alasan deh untuk tidak jatuh cinta. Walaupun secara bersamaan, saat jalan-jalan tidak dipungkiri kita juga bakal ketemu sisi buruk sebuah tempat baik lingkungan maupun kondisi sosialnya. Tapi justru disitulah kita bisa mensyukuri kehidupan kita, bahwa kita lebih beruntung. Dan, tentu saja rasa ingin menjadikan bumi pertiwi ini lebih baik, setidaknya dimulai dari sikap diri sendiri, muncul. Jadi bertanya, kenapa guru PKN saya tidak ngajakin jalan-jalan saat menyampaikan materi ini? Hemmm

Laut Pulau Menjangan

Apalagi ketika kita jalan-jalan disaat moment-moment nasionalisme sepeti Hari Kemerdekaan maupun Hari Pahlawan. Mengibarkan bendera, maupun menyanyikan lagu Indonesia Raya di tempat yang kita datangi bisa membuat hati bergetar. Betapa beruntungnya kita hidup di jaman yang sudah tidak ada lagi perang. Dan betapa seharusnya kita berterima kasih kepada para pahlawan atas semua jasanya karna kita bisa menikmati indah Indonesia tanpa perlu merasakan ketakutan bakalan ditembak atau ditangkap kompeni.
Sehabis Upacara Kemerdekaan di Panatai Klayar 2014 silam
Pulau Tabuhan 17 Agustus 2015


Pada akhirnya, pemaknaan masing-masing orang tentang jalan-jalan itu berbeda. Tidak bisa dipungkiri bahwa media sosial membuat arti jalan-jalan lain lagi. Keinginan sekedar foto DP pun bukan lagi jadi rahasia umum. Tapi yach, semua kembali ke diri masing-masing. Saya pun berusaha mengingatkan diri sendiri yang masih keseringan khilaf dan narsis ini, bahwa yang penting dari jalan-jalan itu bukan sekedar kita dapat foto bagus. Ya, walau dapat foto bagus itu merupakan kesenangan tersendiri^^. Tapi tentang pelajaran apa yang dapat kita ambil dari jalan-jalan itu.

Sebuah quotes menarik dari Bung Karno yang menurut saya sangat motivatif sekali untuk para penggila traveling
“Bawalah badanmu keliling dunia, tetapi tujukanlah jiwamu tetap kepada tuhan dan Indonesia”


‘Tulisan ini disertakan dalam lomba ‘jalan-jalan nasionalisme’ yang diadakan Travel On Wego Indonesia”


You Might Also Like

2 comments

  1. Manteb tu quote nya bung karno...
    Keren ih mak..sdh ke merbabu segala...
    Toooppp
    Sukses yak :)

    ReplyDelete

Semoga yang tersaji, bisa bermakna.

Kalau kamu suka dengan artikel ini, jangan lupa share & like fanspage gubug kecil sang entung di facebook

Terima Kasih :)