Menelisik Legenda Umbul Nogo Wonogiri

Kala mendatangi Kampung Wayang beberapa bulan yang lalu, saya mendapat cerita dari seorang penjual HIK bahwasanya kawasan Manyaran memiliki objek wisata lain selain Kampung Wayang, Gunung Watu Kotak, maupun Air Terjun Banyu Nibo. Kawasan yang masih masuk ke dalam wilayah Wonogiri ini ternyata juga memiliki tempat pembuatan Gong, serta tempat yang disebut dengan Umbul Naga.

***

Seperti biasanya, kali ini Nana dan beberapa orang saudara mengajak saya dengan cara mendadak. Sejam sebelum keberangkatan, saya baru diworo-woro kalau mereka mau ke Umbul Nogo.

Lantaran hari itu saya sedang dalam kondisi perasaan mode ambyar, saya nggak perlu pikir panjang untuk berangkat meskipun disaat bersamaan beberapa pekerjaan masih menumpuk belum tersentuh sama sekali. Ahh, toh pada akhirnya, kalau pikiran saya kemana-mana kerjaan itu juga bakalan lambat untuk selesai. Jadi saya memutuskan saja untuk bersenang-senang.

umbul naga

Kami berenam, memacu motor melintasi pasar Wuryantoro, kemudian lurus ke arah Manyaran. Jika dibandingkan ke Kampung Wayang, jarak menuju Umbul Nogo masih lebih jauh. Butuh sekitar lebih dari 15 an menit jika ditempuh dari Pasar Wuryantoro.

Nila niki Mbak, (Ini Nila Mbak)seorang ibu-ibu menjawab pertanyaan saya yang terbengong-bengong memandangi kerumunan ikan-ikan raksasa berukuran mungkin sekitar 50 an cm.

Kami baru saja tiba di kawasan Umbul Naga, dan kolam ikan besar langsung menarik perhatian kami.

“Masa Nila Bu? Gede banget?” saya masih menatap takjub.

Sori, ssah sekali mengambil gambar ikannya


“Nggih Mbak, nila ireng niki,” ujarnya yakin sambil terus mempreteli jagung rebusnya untuk kemudian disebarkan ke dalam kolam.

Ikan-ikan itu saling berebut tiap kali ada makanan dilemparkan masuk. Bahkan potongan bonggol jagung berukuran besar pun mereka serbu, membuat saya ngeri membayangkan keganasan mereka. Tulisan di kain sablon yang memperingatkan untuk tidak memasukan anggota badan ke kolam lantaran ada ikan galak, rasanya makin membuat saya menelan ludah, merinding.



Ahh, mana mungkin ada yang berani memasukkan anggota badan kemari kalau udah liat ikan besar-besar begini?

Baru saya membatin demikian, seorang bapak-bapak rupanya melakukan hal yang saya rasa tidak mungkin. Ia dengan santainya memasukkan tangan ke kolam, dan berusaha membelai ikan-ikan tersebut. Glek,,, saya hanya bisa menelan ludah. Ngeri, sembari membatin Kewanen tenan sampeyan, Pak!

Saat Hari Minggu tiba, Umbul Nogo menjadi lokasi wisata yang cukup ramai. Selain adanya kolam ikan, pengunjung bisa melakukan terapi ikan di kolam kecil yang ada di sisi-sisi pinggir dekat kolam. Pun, juga ada waterboom mini yang makin menarik minat para wisatawan. Namun gegara pas kami kemari kolam renang waterboomnya sedang ramai, kami pada akhirnya hanya bermain-main di sekitaran Umbul saja.

terapi ikan umbul naga
para pengunjung melakukan terapi ikan

Kolam Umbul Nogo

Kulo niku menawi ten mriki mboten wantun Mbak sanjang nopo-nopo (saya itu kalau di sini nggak berani bilang apa-apa),” ujar seorang Ibu-ibu yang sedang menjajakan panganan.

Saya langsung salah tingkah. Waduh Buk, saya ngajak ngobrol njenengan itu biar dapet cerita, hla kok malah langsung dibilangin begitu. Lak yo saya berasa mati kutu.

“Hla kenapa Buk? Maksudnya sanjang ingkang elek-elek ngoten (bilang yang jelek-jelek), Buk?”

Nggih sanjang macem-macem, (Ya bilang macam-macam) Mbak,”

“Ohh. Kulo namung penasaran mawon sih Buk, kok namine Umbul Nogo? (cuma penasaran aja kenapa namanya mbul Nogo)” saya masih berusaha memancing pembicaraan.

Kulo nggih mboten patek paham Mbak, (saya juga tidak begitu paham)” jawabnya dengan wajah agak takut.

Lohh, Ibu baru jualan di sini?”

“Nggak sih Mbak,”

“Bukan orang asli sini?”

“Ya, asli sini sih Mbak.”

“Ohh, hanya saja kurang begitu tahu gitu Buk cerita tentang tempat ini?”

Si Ibu tampak mikir sejenak. “Emm, kalau dari cerita orang-orang itu, kepala naga yang di pancuran itu asli Mbak. Asli kepala naga yang kemudian berubah jadi patung,” ceritanya akhirnya.

“kepala naga? yang mana sih Buk?” saya celingak-celinguk.



“Yang di situ. Itu patungnya pernah ada yang mau nyuri, tapi mboten saged. Soalnya di sini itu daerah gawat Mbak,”

“Maksudnya angker?”

Nggih pokoke enten sing nunggu. Ten mriki, mboten pareng ngucap sing aneh-aneh,” ujarnya dengan ekspresi kawatir kalau-kalau ucapannya ada yang salah.

Saya mengangguk-angguk dan langsung undur diri lantaran si Ibu sepertinya benar-benar terlihat sedikit takut-takut saya ajak bercerita lebih jauh perihal cerita Umbul Nogo.

Lokasi Umbul Nogo konon memang dikeramatkan. Hawa-hawa spooky pun muncul. Ya, wajar sih, Umbul Nogo merupakan area sumber air yang mata airnya mengalir bahkan sampai ke daerah Kelir Wonogiri. Sebagai area sumber mata air, lokasi sekitaran Umbul Naga dikelilingi oleh pohon-pohon berakar besar, yang daun-daunnya rimbun menaungi.

Legenda Umbul Nogo



Saya akhirnya bertemu Pak Katmin, pengelola Umbul Nogo. Darinya, akhirnya saya mendapat cerita tentang tempat ini secara lebih komplit.

Legenda Umbul Naga dimulai pada masa jaman kerajaan Mataram. Ketika itu, ada seorang keturunan kerajaan bernama Raden Rangga yang sedang menderita sakit mata. Oleh ayahnya, ia disarankan untuk bertapa ke daerah Dlepih Kahyangan.

Ketika berada di sana dan sakit matanya sembuh , beliau kemudian melihat cahaya yang bersinar. Ia lantas mengikuti cahaya itu dan sampailah di tempat cahaya tersebut berasal yang lokasinya tak jauh dari lokasi Umbul Nogo berada. Raden Rangga lantas bertapa di tempat tersebut, karena itulah ia kemudian disebut dengan Pangeran Cahyo yang artinya cahaya.

Raden Rangga mendapat mimpi untuk bertapa selama 40 hari. Ia juga berpesan kepada para pengawalnya untuk menyediakan air kelapa yang akan ia minum usai bertapa.

Sejak dalam pengembaraanya  dari Keraton Jogja, Raden Rangga dikawal oleh Kiai Merkak dan Kiai Jebres.Kedua pengawal tersebut menggunakan tunggangan berupa gajah.

Namun ketika bertapa, Raden Rangga terus digoda oleh Putri alam lain penunggu Gunung Tumpak. Putri tersebut terus memanggil-manggil Raden Rangga dan terus muncul di mimpinya. Sampai akhirnya Raden Rangga penasaran, dan tergoda. Belum genap 40 hari ia bertapa, ia sudah mendatangi Gunung Tumpak dan memasuki Lawang Gapit. Usai memasuki lawang (pintu) tersebut ia melihat sang putri. Saat ia makin mendekat, pintu itupun akhirnya tertutup dan tidak bisa terbuka lagi.

Kiai Merkak dan Kiai Jebres pun pergi mencari Raden Ronggo. Saat mengetahui bahwa Raden Rangga terkurung di dalam Lawang Gapit, mereka kemudian bertempur dengan para pengawal putri. Kiai Merkak dan Kiai Jebres yang menggunakan gajah sebagai tunggangan, bertempur dengan pengawal putri yang menggunakan naga sebagai tunggangan. Saking sama-sama saktinya, pertempuran itu secara tidak sengaja mengenai gundukan yang digunakan untuk memendam kelapa muda yang sejatinya akan diminum oleh Raden Ronggo. Kelapa muda di dalam gundukan itu pecah, namun yang ajaib, airya tidak kunjung berhenti dan malah menjadi sumber mata air yang terus mengalir hingga hari ini. Karena itulah tempat tersebut dinamakan Umbul Nogo karena merupakan bekas pertempuran dengan Naga.

“Terus katanya, ada hewan yang dikeramatkan di Umbul ini, itu beneran Pak,?” tanya saya usai Pak Katmin bercerita panjang lebar. Pertanyaan ini saya lontarkan lantaran penjual HIK yang pernah saya temui dulu menceritakan hal ini.

“Ohh, itu Gateng Mbak,”

“Ahh, iya Gateng namanya. Katanya hewan itu sudah ada sejak jaman keraton Pak? Dan hanya boleh diambil oleh kalangan orang keraton?”

“Ya kalau dari cerita gitu Mbak. Tapi mungkin sebenarnya karna ikan gateng itu mahal Mbak, dan keberadaannya sudah jarang ditemui,” Saya mengangguk-angguk. Adakalanya mitos memang berfungsi untuk melindungi. Saya teringat lagi prediksi penjual HIK yang berpendapat serupa, sejatinya itu hanya karena Ikan Gateng merupakan ikan yang memiliki gizi tinggi, dan rasanya enak. Makanya jaman dahulu masyarakat biasa tidak boleh memakan ikan ini, dan hanya orang kalangan kerajaan yang diperbolehkan dengan upacara tertentu. Konon kalau orang biasa yang mengambilnya akan terjadi sebuah musibah besar. Hingga kemudian sampai hari ini muncul beragam mitos mengenai ikan gateng yang tidak boleh diambil sembarangan. 

Habis Berapa Ke Umbul Nogo?


Seperti biasanya, kalau datang ke lokasi wisata Wonogiri. Datang Ke Umbul Nogo, tidak akan membuat dompet kering. Pasalnya untuk masuk kawasan Umbul Naga hanya dikenai biaya Masuk Rp. 3.000 / orang, dan Parkir Rp. 2.000.

Nah, kalau ingin berenang, tiket mask ke area kolam renangnya Rp. 7.000 per orang.







Umbul Nogo
Karang Lor, Karanglor, Manyaran, Wonogiri Regency, Central Java 57662


You Might Also Like

6 comments

  1. Wah seru banget tuh kalau bisa liburan ke Umbul Nogo

    ReplyDelete
  2. Seru banget tuh tempatnya, asri. Boleh berenang juga

    ReplyDelete
  3. Wah keren banget tuh Buntempatnya. aku jadi pingin ke sana juga nih

    ReplyDelete
  4. Beneran tiket masuknya Rp.3000. Itu sepuasnya kan di sana

    ReplyDelete
  5. Kalau aku di ajak ke sana pasti nggak mau pulang nih soalnya betah di sana

    ReplyDelete
  6. Beda tempat beda pula potensi dan keragamn budaya yang dimilikinya. Satu yang pasti warisan leluhur harus kita jagi sebaik mungkin, menghargai. Sekerang memang banyak sih potensi budaya lokal yang dijadikan tempat pariwisata. Bagus banget mampu mengelola potensi yang ada asal adat dan kebiasaan tetap terjaga. Selain itu mengelola potensi budaya lokal menjadi wisata juga termasuk salah satu cara mengenalkan kearifan lokal ke masyarakat luas.

    ReplyDelete

Semoga yang tersaji, bisa bermakna.

Kalau kamu suka dengan artikel ini, jangan lupa share & like fanspage gubug kecil sang entung di facebook

Terima Kasih :)