Menyapa Misteri Omah Tiban Bubakan Girimarto

“Nanti kita lewat di Omah Tiban,” terang pakde-6 saat mobil yang ia sopiri sampai di daerah Girimarto.

Hari itu, perjalanan kami adalah menuju Candi Muncar, sebuah wisata telaga yang catatanya bisa dibaca di tulisan saya sebelumnya.

“Masjid Tiban?” tanya saya yang semula mengira Masjid Tiban dan Omah Tiban itu dua hal yang sama.

“Bukan, Masjid Tiban itu yang di daerah Baturetno. Nanti kita lewat di Omah Tiban. Petilasannya Pangeran Sambernyowo sebelum sampai ke Candi Muncar,” terangnya lagi. 

Saya hanya ber o ria. Pun dengan sepupu.

Tiba di sebuah perempatan jalan, sebuah rumah berwarna kuning kehijauan berdiri. Di depannya terdapat pohon beringin tinggi dengan dedaunan yang lumayan rindang, teduh menaungi. Memberikan kesan gelap, dan sedikit spooky ketika kami melewatinya.

omah tiban



Saat berangkat, kami hanya sekedar lewat. Kami baru mampir di Omah Tiban ketika kami pulang dari Candi Muncar. Hari sudah lumayan sore waktu itu. Entah biasanya memang sepi seperti itu atau gimana, yang jelas ketika kami mampir sebentar, kami tak melihat siapapun. Rumah tertutup, tampak tak berpenghuni.

“Itu memang tidak berpenghuni. Nggak boleh masuk kalau nggak sama juru kuncinya,” terang pakde  6 saat saya kembali ke mobil dan langsung memberondongnya dengan beragam pertanyaan. 

Saya hanya sekitar 5 menitan berada di Omah Tiban. Sekedar menjeprat-jepret bagian luar rumah dan berharap ada seseorang yang bisa saya gali ceritanya. Sayang, tak ada siapapun.

Pada akhirnya Rumah Tiban hanya berakhir misteri yang hanya terjawab dari cerita pakde, literatur internet, dan selembar cerita sejarah dalam bahasa Jawa Krama yang terpasang di dindingnya.

“Ceritanya, itu rumah yang tiba-tiba ada dalam waktu semalam. Jatuh dari langit, kayak Masjid Tiban,” penjelasan pakde membuat saya mengangguk-angguk. Ternyata cerita Omah Tiban yang beredar sama persis dengan asal-usul Masjid Tiban seperti yang pernah saya dengar. Dalam bahasa Jawa Tiban artinya memang 'jatuh'.
Hemm,

“Tapi kalau dari bangunanannya, itu rumah dibangun De. Masak iya, jatuh dari langit?” ujar saya tak percaya. Dari segi bentuk, rumah tersebut terlihat biasa saja. Layaknya rumah kayu yang ada di daerah Wonogiri pada umumnya. Hanya saja memang atapnya unik, dengan rumput mirip ijuk.

“Itu udah direnovasi,” jawabnya lagi. “Di dalam sana ada pusaka-pusaka, sama batu tempat bertapa Pangeran Sambernyawa dulu.” Pakde 6 mengingat-ingat lagi apa yang dilihatnya saat ke sana entah tahun berapa. Ia bilang, dirinya mengunjungi Omah Tiban ketika ada acara Napak tilas Pangeran Sambernyowo.

Pangeran Sambernyawa, adalah tokoh yang cukup punya kharisma di Wonogiri. Beliau adalah Mangkunegaran I yang kehidupannya berkaitan erat dengan berdirinya pemerintahan Wonogiri. Tak heran jika kemudian petilasannya banyak tersebar di Wilayah Wonogiri, salah satunya Rumah Tiban ini serta kolam Ki Truno Lele yang pernah saya singgung dulu.

Saya pun mencoba menelaah bagaimana sesungguhnya cerita di balik Masjid Tiban ini dari selembar serat Babad yang dipasang di depan rumah Tiban. Cerita tentang Omah Tiban ini terangkum dalam bahasa Jawa Kromo yang cukup njlimet. Namun usai nanya-nanya translate ke Pakde-4 dan Ibu, sedikit demi sedikit saya dapat lah poinnya

“sak bibaripun payudan ing simo ing dinten seloso kliwon 28 dulkaidah wawu tahun 1681 , ingkang ing payudan punika wadya bala mangkunegaran kinarubut dineng kumpeni wadya kasultanan ngayogyakarta tuwin kasunan surakarta , pangeran adipati lajeng angoncati paperangan sak sampunipun campuh sak watawis wekdal, hamargi pancen karoban ing mengsah paperangan lajeng wangsul dados perang wewelutan ( gerilya ) maleh, ubeng ubengan wonten ing tlatah surakarta, perang wewelutan mekaten punika ngatos 2 wulan laminipun saking wulan besar 1681 dumugi sura 1682 , Pn adipati sawadyabala lajeng lerem wonten ing bubakan, pihak kumpeni lajeng ndatengaken bala bantuan malih, saking jawi wetan , saha lajeng mbagun pabitingan ing pundi pundi...

untuk cerita lengkapnya silahkan dibaca sendiri di foto di bawah. Saya puyeng kalau suruh nulis ulang. Kalau kurang jelas silahkan di zoom

omah tiban sejarah

omah tiban sejarah


Saya tidak terlalu paham translatenya. Maafkan ya, karena krama inggilnya terlalu inggil (tinggi) dan krama alusnya terlalu alus (halus). Tapi ya itu tadi saya dapat lah poinnya. Translatenya kurang lebih (semoga tidak salah):

Desa Bubakan Girimarto merupakan tempat singgah usai perang.  Ketika akan menyerang ke keraton Jogjakarta. Selama perjalanan dari Desa Bubakan lalu melewati desa Cendani, perjalanan seperti dituntun oleh kekuatan gaib. Burung-burung dandang yang jumlahnya ratusan berdiri di tepian selokan yang ada di sepanjang jalan yang dilewati Pangeran Sambernyowo. Burung-burung tersebut berdiri tanpa suara di depan barisan Pangeran Sambernyowo, dan setiap kali pangeran dan pasukannya selesai melewati mereka, burung-burung itu akan terbang mendahului dan berdiri lagi di depan barisan. Begitu seterusnya sampai tiga kali.

Kehadiran burung-burung itu dianggap oleh Ki Kudanawarsa sebagai pertanda buruk. Beliau menyarankan kepada Pangeran Sambernyowo untuk membatalkan rencananya menyerang Jogja. Tapi bukannya menyerah justru Pangeran Sambernyowo malah memerintahkan untuk mempercepat penyerangan.

Tak ada yang mengira bahwa Pangeran Sambernyawa akan seberani itu menyerang Jogjakarta. Hal tak terduga inilah yang justru menguntungkan Pangeran Sambernyowo. Sehingga banyak korban dari sisi Keraton Jogja dan kompeni.

Tapi Jogja lantas mendapat bala bantuan dan akhirnya Pangeran Sambernyawa menarik mundur pasukan dan berada di Ngadirejo. Singkat cerita, Sunan selanjutnya membujuk Pangeran Sambernyawa untuk kembali ke Solo mengajak Pangeran Sambernyowo berunding dengan menjemputnya di Pesanggrahan Tunggon yang ada di dekat Bengawan tanggal 4 Jumadilakir 1682. Perundingan inilah yang kemudian melahirkan kerajaan Mangkunegaran.

Pangkalan di desa Bubakan yang sudah dianggap berjasa memberangkatkan pasukan Pangeran Sambernyowo untuk menyerang Jogja selanjutnya ditandai oleh pihak Mangunegaran lantaran dianggap sudah ikut berjasa atas berdirinya Istana Mangkunegaran.

Kalimat yang saya miringkan ini adalah inti cerita sejarah dari Omah Tiban Bubakan. Saya bingung awalnya. Bertanya-tanya kenapa RM Said harus menyerang Jogja? Karena pengetahuan sejarah saya melompat-lompat dan tidak genap. Namun intinya, mengurutkan cerita dari banyak sumber, RM Said memberontak lantaran tidak setuju dengan perjanjian Giyanti yang membelah Jogja dan Surakarta. Ia menyerang Jogja karena Jogja bersatu dengan kompeni.

Serangan RM Said ini membuat pihak kompeni mengalami kerugian cukup banyak. Karena itulah Belanda kemudian mendesak Sultan Jogja untuk menangkap RM. Said. Belanda juga meminta kepada pihak Kasunanan untuk membujuk agar RM Said mengadakan perjanjian damai. Dari perjanjian itu lahirlah kadipaten Mangkunegaran dengan wilayah kekuasaanya meliputi beberapa wilayah milik Jogja, dan beberapa wilayah milik Surakarta.

Kalau dari cerita di kertas yang tertempel di dinding tidak disebut sebagai Rumah Tiban. Namun memang cerita yang beredar, menyebut tempat ini sebagai Rumah Tiban yang kemudian digunakan oleh Pangeran Sambernyowo atau RM Said untuk semedi. Entahlah. Apapun ceritanya, yang pasti melewati rumah ini tentunya akan mengundang rasa penasaran siapapun. Jadi jika ingin menapaki jejak Pangeran Sambernyowo di Wonogiri mungkin bisa berkunjung ke Omah Tiban yang berada di daerah Bubakan Girimarto.

Petunjuk lokasinya, dari Wonogiri lurus terus, nanti belok kiri di pasar Sidoarjo. Lurus terus sampai pentok, lalu belok kanan, dan langsung belok kiri pas sampai di kecamatan. Habis itu lurus saja terus. Pokoknya nanti rumah tiban di sebuah perempatan sebelum sampai ke Candi Muncar.



You Might Also Like

7 comments

  1. Oohh itu petilasannya sambernyowo? Berarti bukan benar2 tiban dalam artian harfiah y. Tp mungkin disebut2 rumah tiban biar terkesan wingit aja y.. Biar nggak ada yg berani macem2 disana gt.

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalau dari serat babad yang tertempel itu gitu mbak...
      yap, bisa jadi. dengan adanya pewingitan, sebuah tempat biasanya lebih terjaga

      Delete
  2. Weh, ono koyo ngene juga ya ternyata..?
    Ki berarti sepaket pas ng Muncar kae..?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyo. Sebelum atau sesudah dari muncar, bisa mampir ke sini

      Delete
    2. hla karo pakdeku Nggar...
      ngko we pekewuh ndakan. hahaha

      Delete
  3. Aura spooky nya sudah terasa dari lihat photonya saja, apalagi ditambah ada pohon beringinnya. Ndak berani ah kesana

    ReplyDelete

Semoga yang tersaji, bisa bermakna.

Kalau kamu suka dengan artikel ini, jangan lupa share & like fanspage gubug kecil sang entung di facebook

Terima Kasih :)