Menikmati Buka Puasa All You Can Eat di Barelo Solo

Ketika saya datang, Andri sudah sibuk dengan kameranya. Mengarahkan kamera menghadap barat. Entah memfoto mentari yang hendak tenggelam, entah memfoto nuansa taman Barelo yang menghampar hijau dengan rumput sintetiknya, entah apa yang dijepretnya saya juga tidak bertanya.



Pokoknya saya langsung gabung saja, foto-foto sisi luar Barelo. Menjepret beberapa sudut yang menurut saya menarik meskipun sesudahnya saya harus menghapusi banyak foto lantaran kamera saya tidak kuat dengan cahaya sore yang mulai remang. Baru saja diservis, kamera harus oleng lagi. 

Dari taman, kami beranjak ke kolam renang. Mengambil beberapa gambar yang beberapa waktu sebelumnya juga gagal saya ambil ketika menemani sepupu berenang kemari saat malam hari. Ganti kamera tampaknya memang seharusnya menjadi solusi. Tapi ya sudahlah, untungnya meski tak begitu cling, setidaknya bisa lebih jelas daripada foto kolam yang saya ambil beberapa malam sebelumnya.



Selesai dengan sisi kolam dan taman, kami kembali ke dalam resto. Aneka rupa menu buka puasa sudah siap. Deretan kue-kue sudah berbaris rapi. Aneka jajan pasar pun tertata melingkar siap untuk dicomot. Adzan masih beberapa menit lagi berkumandang, tapi melihat seperti ini perut  sudah berisik menabuh bedug. 



Barelo Solo yang luas mulai riuh dipenuhi tamu. Sebagian tamu hotel, sebagian lagi mungkin pengunjung yang memang sengaja datang untuk makan di Barelo Resto. Namun biarpun resto ini ramai di jam buka puasa kemarin, suasana yang asik tetap bisa saya dapat. Kerapkali keramaian menyisakan pengap dan berisik yang menyebalkan. Namun Barelo tidak demikian.

Mungkin karena ruang indoor resto ini dikelilingi kaca. Sehingga kesannya makin lapang. Mungkin juga karena ruangan ini berAC, didukung desain properti yang berkesan modern, elegan dengan corak warna ringan. Makanya riuh pun saya tetap mendapat kesan nyaman. Saya dan Andri bisa dibilang beruntung, kedatangan kami bertepatan dengan saat Barelo dilengkapi dengan live music yang hanya ada di hari Selasa dan Kamis.



“Menu kita hari ini masakan nusantara,”

Menjelang waktu berbuka, Mbak Emma  salah satu PR Swiss Bellin menemani kami menikmati aneka rupa menu buka puasa. Darinyalah saya jadi tahu bahwa konsep menu buka puasa Barelo  Solo dibuat thematik. Hari itu masakan Nusantara, hari selanjutnya masih ada tema Arabic, Asian dan Western Menu.

 Pantas saja ragam jajan pasar memenuhi meja. Serta menu jenang sungsum, kolak, serta terancam juga tersedia. Bersyukur  pokoknya, karna untungnya saya datang pas di hari menu bertema nusantara. Lidah ndeso saya lebih cocok dengan taste lokal soalnya.

Saya ingin mencicip semar mendem, jenang sumsum dan semua jenis makanan pembuka sebenarnya. Tapi mengingat kemampuan perut akhirnya pilihan hanya jatuh pada mendut, kue, puding dan tahu susur.

Kami bertiga duduk di sebuah meja di pinggir kaca Barelo. Dari cerita-cerita masalah blog, promo ramadhan Swiss Bellin Solo, sampai cerita tentang asal kami masing-masing yang semuanya ternyata orang Solo coret alias bukan Solo Asli.

“Wah Mbak, harus cobain bubur Banjar di Masjid Darusalam,” ujar saya begitu Mbak Ema bercerita bahwa dirinya berasal dari Banjar Kalimantan.

“Owh Ya? ada?” tanyanya. Selanjutnya saya cerita panjang lebar tentang bubur Banjar kesukaan saya itu. 

“Saya malah nggak tahu ya bubur khas Banjar? Saya tahunya cuma bubur Asyura bubur yang dibagi pas bulan Suro. Sama itu, jadi Kalau di Kalimantan ada pasar wadai. Wadai itu artinya kue. Jadi kalau pas ramadhan ada yang jual kue-kue khas. Mungkin itu bubur yang di daerah tertentu. Atau mungkin itu ya bubur Asyura itu?” tanyanya.

Saya menggeleng. Nggak tahu juga. Dalam kepala saya, yang terbayang pokoknya buburnya enak. Itu saja sih. Hehe.

Sejak kuucap kata tobat, sebelum Kau memanggilku kembali padamu…

Langgam live music masih mengalun. Melantunkan lagu-lagu ramadhan serta beberapa kali diselingi lagu kekinian termasuk pula lagu lawas. Mungkin maksudnya supaya semua orang di Barelo Solo yang nampaknya memang lintas usia bisa menikmati. Saya sendiri untungnya soal musik tak pernah pilih-pilih. Asal bukan rock saja saya oke.

Jika dulu tulisan saya tentang Barelo Resto ketika siang. Kini kedatangan saya menjelang malam.Gelap luar dipandang dari kaca-kaca Barelo terlihat mulai pekat. Barelo Solo semakin malam auranya semakin syahdu saja. Gelap malam di luar beradu dengan terang di dalam. Dalam satu waktu seperti terjadi perebutan kubu hitam dan putih yang bisa terlihat bersamaan dari balik kaca-kaca yang mengelilingi. 

“Sungai di Banjar itu kelihatannya lebih luas kalau dibanding sungai di sini ya? Dulu sewaktu kecil, saya sering berenang di sungai bareng sekitar 10 an orang temen-temen,” disela-sela kami menikmati menu pembuka Mbak Ema bercerita tentang jaman kecilnya sewaktu di Kalimantan.

Barelo Solo auranya memang asyik untuk ngobrol. Nggak terasa saja, obrolan kami bertiga jadi melenggang ke sana kemari bahkan membahas masa-masa dimana masing-masing dari kami masih kanak.

“Dulu, main di sungai pelampungnya itu sederhana. Pakai kain yang dikembangkan, kalau nggak pakai ember yang dibalik ,” lanjutnya lagi. Saya membulatkan bibir. Bisa ya? Imajinasi saya lantas terbang ke ember merah di kos-kosan sedang terapung-apung di luasnya sungai Kalimantan. Duhh, saya selalu suka menyimak cerita masa kecil yang unik-unik semacam ini.

Obrolan masih berlanjut. Dari menu pembuka yang sampai habis, lanjut ke menu makanan cumi cabai hijau yang cukup favorit di lidah saking enaknya, sampai kolak yang habis tak bersisa dari gelas saya saking segarnya. Obrolan terjeda ketika kami harus Magrib dulu. Tapi setelahnya, tetap berlanjut lagi.



Rawon Surabaya menjadi makanan terakhir yang saya cicipi. Sejak saya main ke Banyuwangi 2 tahun lalu, saya sedikit ilfil sebenarnya makan rawon. Maka dari itu, sudah 2 tahunan ini saya ogah ngicip rawon bahkan ketika saya pernah diajak ke warung Rawon terkenal sewaktu ke Blora. Ujungnya waktu itu di warung rawon saya cuman pesan es teh saja. Saya kapok makan rawon yang buat saya rasanya nggak banget sewaktu ke Banyuwangi. Tapi kemarin itu, karena rawon disajikan spesial buat kita saya terdorong juga untuk mencicip rawon Surabayanya Barelo Solo.

 Hla kok tibake enak

Dagingnya cenderung lembut, dan meskipun dilengkapi telur tapi masaknya tidak amis. Bumbunya pun pas. Beda sekali dengan rawon terakhir yang saya icipi di Banyuwangi dulu yang bikin saya trauma saking rasanya nggak karu-karuan. Syukurlah, untung saya kembali menemukan cita rasa enak dari semangkok rawon. Nggak kebayang andaikan kemarin rasanya mirip rawon yang saya makan dulu. Mungkin saya selanjutnya beneran ogah lagi makan rawon selamanya. 

Selama Bulan Puasa, Barelo Solo menawarkan promo buka puasa All You Can Eat. Resto yang merupakan bagian Hotel Swiss Bellin Sari Petodjo ini menawarkan promo buka puasa dengan menu makan thematic dengan harga Rp. 90.000,- nett dengan bonus Buy 10 get free 1. 

Untuk kamarnya sendiri, promo hotel Swiss Bellin Solo selama Ramadhan menawarkan kamar deluxe seharga Rp. 475.000,- nett sudah termasuk breakfast/sahur untuk 2 orang. Serta Rp. 565.000,- nett termasuk breakfast/sahur & Ramadhan package untuk 2 orang.

Ini ada satu vidio yang menggambarkan suasana buka di Barelo Solo kemarin








Nah kalau mau reservasi buka puasanya atau kamarnya bisa ke:

Swiss Belinn Saripetojo Lt 5
Jalan Brigjen Slamet Riyadi No.437, Sondakan, Laweyan, Sondakan, Laweyan, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57147
telp: 0271 745 1111




You Might Also Like

2 comments

  1. Selama ramadan ini baru buka puasa sekali di hotel, itupun acara kantor. Tahun ini sengaja nggak ikut banyak undangan bukber, lagi pengen sante di kos buahahahhha.

    Tapi itu seru juga sih menunya.

    ReplyDelete
  2. Waaaaa enakkkkkk! Barelo ini emang juara sih kalau soal makanan tradisional. Rasanya masih "autentik" banget... haha Jajanan pasarnya yawla, bikin ngiler :(

    ReplyDelete

Semoga yang tersaji, bisa bermakna.

Kalau kamu suka dengan artikel ini, jangan lupa share & like fanspage gubug kecil sang entung di facebook

Terima Kasih :)