Kampung Pitu Nglanggeran, Perkampungan Unik di Jogja

Jika kemarin saya membicarakan tentang Kawasan DesaWisata Nglanggeran, tentang bagaimana dibalik kisah sukses Nglanggeran sebagai desa wisata. Sekarang  saya ingin membicarakan tentang Kampung Pitu, salah satu daerah di Nglanggeran yang akhirnya setelah melalui tanjakan tinggi nan sedikit mengerikan, kami sampai juga di sana.



gunung api purba





Menyambangi Kampung Pitu, kami disambut ramah oleh warganya. Rombongan kami dipersilahkan masuk ke salah satu rumah. Di rumah itulah kemudian Mbah Rejo dan Mbah Yatno memberikan penjelasan mengenai asal-usul Kampung Pitu Nglanggeran, diselingi suguhan jadah tiwul yang baru pertama kali itu saya cicipi.


Bahasa Kromo Inggil yang benar-benar kental mengalun dari Mbah Yatno. Lama sekali rasanya saya tak mendengar bahasa Kromo Inggil selancar dan sebaik itu. Sejauh ini, baik di Solo maupun di Wonogiri, saya mendengar Boso kromo Inggil yang runtut seperti itu hanya di acara mantenan. Itupun, jaman sekarang jagong manten sudah banyak yang lebih memilih menggunakan cara modern. Ala kebarat-baratan

Apa itu Kampung Pitu?


Mbah Rejo dan Mbah Yatno


Saya paham sebenernya apa yang diucakan Mbah Yatno, tapi ya gitu. Kepahaman yang terbatas. Sekedar tahu garis besar, tapi nggak paham detilnya. Untungnya cerita Mbah Yatno lantas ditranslatekan. Hihi, merasa payah sekali. Wong Jowo, tapi plegak pleguk kalo suruh ngomong boso kromo.


Kampung Pitu merupakan sebuah kampung dimana hanya dihuni oleh 7 orang keluarga sejak jaman dahulu. Dan kini, Kampung Pitu memiliki total penghuni sebanyak 25 jiwa. Dulu saya pernah mendengar kisah Kampung ini dari seorang teman, siapa nyana saya malah akhirnya bisa datang langsung ke sana.


Jangan dikira, kampung ini kampung primitive. Warga kampung ini seperti kita, mengenakan pakaian dan celana seperti biasa. Hanya saja yang membuat unik adalah selama berbagai generasi, kampung ini bertahan dengan 7 kepala keluarga. Sebetulnya tidak ada aturan tertulis yang mengharuskan Kampung ini demikian, tapi ketika Kampung ini pernah dihuni oleh 8 keluarga, pada akhirnya kembali ke 7 lagi. Entah karena cekcok atau ada yang meninggal. Sampai kemudian orang-orang jadi percaya bahwa Kampung Pitu memang haruslah demikian, jumlah keluarga haruslah 7.

Sejarah Kampung Pitu




Menurut penuturan Mbah Yatno, Kampung Pitu ini dulunya bernama Desa Telaga Planggeran. Desa Telaga, karena di kampung ini memiliki sebuah telaga yang menjadi sumber mata air penghidupan warga yang tak pernah surut walau kemarau menempa. Telaga ini dinmakan telaga guyangan. Konon kisahnya, dulu sering dipakai untuk ngguyang atau memandikan kuda sembrani atau bahasa kekiniannya Pegasus, yang sering mampir kemari.


Nama Nglanggeran sendiri berasal dari kata Planggeran. Menurut cerita yang beredar, ini lantaran warga Nglanggeran tidak diperbolehkan mengadakan wayangan dengan membelakangi kawasan gunung Nglanggeran. Apalagi sampai menceritakan kisah Ongko Wijoyo yang disakiti. Ongko Wijoyo dipercaya sebagai penguasanya daerah Nglanggeran.


Ingatan saya langsung terbang ke jaman SD. Saya ingat, Ibu pernah menyebut nama Ongko Wijoyo sebagai nama lain dari Abimanyu yang kematiannya cukup mengenaskan karena harus meninggal dengan dikrocok gaman sewu.


Pelanggaran aturan wayangan ini dipercaya bisa mendatangkan hal buruk. Otak-atik gatuk, atau mengait-ngaitkan  memang kerap menjadi kebiasaan Orang Jawa. Adanya angin besar serta kematian ketika pelanggaran aturan wayangan ini dilakukan beberapa tahun silam, dipercaya sebagai salah satu hukuman yang terjadi.


Kampung Pitu, kini dihuni oleh keturunan dari Mbah Kiai Irokromo dan juga Mbah Tir. Dikisahkan lagi, dulu ada pohon Kinah Gadung Wulung yang didalamnya berisi sebuah pusaka. Orang keraton yang mengetahui hal ini lantas membuat sayembara “Barang siapa yang bisa merawat benda pusaka tersebut maka akan diberi tanah secukupnya untuk penghidupannya beserta anak cucu keturunannya”. Ketika itu, Mbah Irokromolah pemenangnya.

Menikmati Alam di sekitar Kampung Pitu


puncak wayang
Puncak Wayang


Selain menyajikan kehidupan Masyarakat yang unik, Kampung Pitu memiliki pula bentangan alam yang mampu membuat terpesona. Adalah Puncak Watu Wayang. Lokasinya sangat dekat dengan Kampung Pitu. Kita hanya perlu berjalan sebentar dari Kampung ini. Lantas wow, keindahan alam luar biasa mampu menenggelamkan siapapun dalam nuansa keterpesonaan.


Menaiki Puncak Watu Wayang atau disebut juga Gunung Wayang, mengingatkan saya pada Gunung Gandul maupun Gunung Sepikul. Struktur batunya yang seolah terdiri dari batu-batu kecil yang menjadi satu membentuk batu besar, kelihatannya memang menjadi ciri khas dari batu-batuan yang ada di jajaran Gunung Sewu.

Saya sempat bingung, “Kenapa sih Gunung Nglanggeran juga mendapat sebutan Gunung Sewu? Padahal setahu saya pegunungan seribu atau gunung sewu itu hanya ada di Wonogiri”.


Di acara bareng Dinpar DIY, dan Masyarakat Digital Jogja kemarin, terjawab sudah pertanyaan saya selama ini.


Jadi rupanya, gunung sewu ini merupakan bentangan alam pegunungan yang melingkupi 3 daerah: Jogjakarta, Wonogiri, dan Pacitan. Hebatnya, baru saya tahu kalau ternyata gunung sewu ini merupakan bagian dari geopark dunia yang juga sudah dikukuhkan oleh UNESCO. Yang membuat unik dari geopark Gunung Sewu adalah membentangnya daerah pegunungan ini menembus 3 daerah berbeda. 3 kabupaten dalam 3 provinsi berbeda, dengan keanekaragaman hayati yang beraneka rupa.


“Ini cocok jadi lokasi syuting AADC 3,” entah siapa yang berkomentar. Tapi saya membatin sepakat.


Yeah, jika dulu cinta dan Rangga melihat view kece ketinggian dari Punthuk Setumbu, maka AADC 3 harusnya melihat pula view kece dari Puncak Wayang yang menurut saya jauh lebih kece. Sayangnya, seperti di kisah saya kala ke greenhost Jogja beberapa waktu lalu, kala di Puncak Wayang nggak ada Rangga di sini.


Nah, kan, baper. Haha.
ini jepretan kece dari salah satu peserta kemarin dimbil dari IG @metuomah



Selain Gunung Wayang, ada juga Puncak Watu Bantal. Wahhh, viewnya nggak kalah juga. Alam yang terbentang lebih kece malah. Kalau di Gunung Wayang kita bisa melihat Merapi, di area camping Watu Bantal, kita bisa melihat Embung Nglanggeran. Tapi ya itu, kita  harus trekking, naik turun.


Konon ceritanya, Puncak Watu Bantal dulunya sering dipakai ampiran istirahat kala orang-orang habis mandi dari telaga.


watu bantal

Asiknya Menikmati Desa Wisata Nglanggeran

Kehidupan warga Nglanggeran, juga alamnya, memang mempesona. Rasanya nggak cukup kalau hanya sehari saja di Nglaggeran. Kampung Pitu, Gunung wayang, Watu Bantal, Gunung Nglanggeran, embung Nglanggeran, Air terjun nglirip, air terjun kedhung kandang, griya coklat, merupakan tempat-tempat di desa wisata Nglanggeran yang tak layak dilewatkan. Tapi ya itu tadi, untuk menyambanginya nggak cukup sehari. Karena itu Nglanggeran menawarkan Live in.

Embung Nglanggeran
Embung Nglanggeran


Tinggal di homestay, membaur dengan warga, mengikuti aktivitasnya, lantas menikmati alamnya rasanya cukup menarik untuk dilakukan. Duhhh. Pasti seru tuh.


Nah mungkin buat kalian yang  butuh informasi lebih lanjut tentang Nglanggeran bisa langsung saja tengok kemari:

Fb: gunung api purba nglanggeran
Tweeter &instagram: @gunungapipurba





You Might Also Like

16 comments

  1. ada homestaynya kah? asik kayaknya kalo nginep di desa tersebut. lalu keesokan harinya hunting sunrise :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyo mas. Homestaynya di kawasan nglanggeran. Ada sekitar 80 homestay

      Delete
  2. Beberapa waktu lalu sempat merencanakan ek sini, tapi belum ada tindak lanjutan dari teman-teman ahahahha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Secepatnya gek direalisasikan wae mas. Nyenengne di sini

      Delete
  3. Pemandangan nya bagus banget dari puncak wayang, memberi keteduhan dan kedamaian

    ReplyDelete
  4. sayangnya itu...kenapa kalau malam ngelihat ke arah kota jogja dari puncak malah ketutupan...awkakwa aku kudu masang hammock nang nduwur uwit berarti ikii uyeee..awhahwa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyo po mas? Hammock an di sini??? Ngeri kayake mas

      Delete
  5. Pernah ke embungnya dan penasaran ama Gunung Wayang

    ReplyDelete
  6. Bulan lalu saya mendaki gunung api purba Nglangeran, dan teman saya menceritakan tentang kampung Pitu yang ada di sisi lain gunung api purba Nglangeran, inshaa Allah 6 bulan lagi saya ingin mengunjungi kampung Pitu, mohon doanya ya temans😇

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semoga terlaksana ya. Jangan lupa mampir ke watu bantal :)

      Delete

Semoga yang tersaji, bisa bermakna.

Kalau kamu suka dengan artikel ini, jangan lupa share & like fanspage gubug kecil sang entung di facebook

Terima Kasih :)