Susu Untuk Ikan , catatan lama

Kemarin iseng searching nama "fubuki aida". Eh... Nemu ini. Karya cerita anak yang pernah dimuat solopos entah kapan. Ternyata dimuat lagi di koran "O".  Karna data yg dulu udah ga tau kemana. Ni aq kopas lagi aja kutaruh kemari. Ya, siapa tau ada yang lagi butuh cernak, bacaan anak, ato dongeng anak sebelum tidur

Hari sudah sore, ketika Koko berjalan mengitari kolam ikan di taman kota. Tangannya sibuk menebarkan sesuatu ke kolam. Rupanya, ia menyiramkan cairan dari botol susu ke sana. “Ayo diminum ikan-ikan. Supaya kalian jadi sehat, dan tumbuh besar!” ujar Koko sambil terus menyiramkan semua cairan itu sampai habis.
Koko, ayo kita pulang!” Ibu yang baru saja selesai membeli pecel di dekat taman memanggil.
“Iya, Bu!”
“Itu apa, Koko?” sang Ibu melirik ke arah botol di tangan Koko.
“Botol susu. Tadi Koko nemu di sana,” tunjuk Koko ke arah pinggiran kolam.
“Buat apa itu dibawa? Kembalikan sana!” perintah Ibu. Koko menurut. Ia kembali meletakkan botol susu itu ke tempatnya semula.
Keesokan harinya, matahari bersinar cerah. Ayah dan Ibu mengajak Koko jalan-jalan ke taman kota.
”Eh, itu ada apa ya, Yah?” tanya Koko saat puluhan orang berkumpul mengelilingi kolam. Mereka kaget, rupanya orang-orang itu melihat puluhan ikan koi di kolam mati semua. Tubuh ikan-ikan yang semula kuning, jadi putih, mengambang tidak bergerak di atas air.
Agak jauh dari kolam, Pak Tukijo duduk termenung sendirian. Wajahnya terlihat sendu dan sedih. Ia tampak tidak bersemangat sekali.
“Ikan-ikan ini kenapa, Pak?” tanya Ayah mencari tahu.
Pak Tukijo adalah petugas kebersihan taman kota. ”Mungkin ikan-ikan itu keracunan, Nak,” jawab Pak Tukijo menebak.
“Maksudnya, Pak? Ada yang sengaja membunuh ikan-ikan itu?” selidik Ayah.



“Entah itu sengaja atau tidak, Bapak enggak tahu. Tapi kemarin, Bapak lupa meletakkan botol cairan pestisida di sini,” Pak Tukijo menunjukkan botol yang dari tadi dipegangnya.
Koko kaget, botol itu sama dengan yang ia pegang kemarin.
Tubuh Koko kaku seketika. Kemarin Koko yang menuang cairan itu ke kolam. Ia kira botol susu itu berisi susu asli. Ternyata…
Ibu memandang ke arah Koko tajam. Ia tahu, botol itu yang kemarin dipegang Koko. Koko melirik ke arah Ibunya. Kemudian Koko sengaja menghindari sang Ibu. Ia bermain kejar-kejaran dengan Hendi, tak peduli saat Ibu mengajaknya pulang.
“Koko, Ibu mau tanya,” Ibu berwajah serius.
“Botol yang dipegang Pak Tukijo tadi, botol yang kamu pegang kemarin, kan?” tanya Ibu ketika Hendi akhirnya pulang dan kolam mulai sepi.
Koko memandang takut, tapi kemudian mengangguk. “Lalu, isi di botol itu kamu apakan?” Ayah menyambung.
“Enggak Koko apa-apakan. Botol itu sudah kosong waktu Koko ambil,” ulas Koko bohong. Ibu terlihat tak percaya.
”Koko, ingat, ya! Ibu enggak tahu kamu bohong apa enggak. Tapi Tuhan tahu Koko. Tuhan tahu segala apa yang kita lakukan,” kata Ibu bijak. Koko diam.
Sampai rumah, Koko terus kepikiran. Malam harinya. ia tidak bisa tidur. Koko merasa sangat bersalah karena telah berbohong. Dia juga merasa kasihan kalau ingat wajah sedih Pak Tukijo, serta bagaimana ikan-ikan di kolam mati mengambang. Benar kata Bu Guru dulu, bahwa berbohong membuat hati kita resah dan tidak tenang.
“Ibu, Ayah, maafkan Koko,” Koko tiba-tiba menangis sambil berjalan mendekati Ayah dan Ibu.
“Kenapa sayang?”
“Koko mau ngaku, sebenarnya yang meracuni ikan di kolam itu Koko, Bu.”

Ayah dan Ibu saling berpandangan. “Koko kira botol itu berisi susu, makanya Koko kasihkan ikan. Koko pengen ikan-ikan di kolam tumbuh besar dan sehat. Tapi malah ikannya mati. Hiks… hiks….” jelas Koko sesenggukan.
“Koko dosa udah jadi pembunuh, Bu.”
Ibu dan Ayah geleng-geleng kepala, heran dengah kelakuan Koko. “Koko, Ayah pernah bilang kan, enggak boleh sembarangan ambil barang yang bukan milik kita? Lagi pula, ikan itu enggak minum susu Koko. Yang minum susu itu manusia. Selain itu kita tidak boleh mengotori air kolam. Lihat sendiri kan akibatnya?” suara Ayah terdengar sedikit marah. Koko diam.
“Maafin Koko, Yah! Koko janji enggak akan mengulanginya lagi.”
“Minta maafnya bukan sama Ayah dan Ibu. Tapi kamu harus minta maaf sama Pak Tukijo,” ujar Ibu lembut. Koko pasrah.
Keesokan harinya, Ayah dan Ibu mengajak Koko ke taman kota lagi. Tapi kali ini bukan untuk jalan-jalan, melainkan untuk meminta maaf. Sampai di sana Koko menceritakan pada Pak Tukijo semuanya. Koko juga menyerahkan satu wadah ember berisi ikan koi kecil-kecil sebagai ganti ikan yang mati kemarin. Beruntung Pak Tukijo orang yang baik. Ia sama sekali tidak marah pada Koko.
“Ayah bangga karena kamu mau jujur dan mau mengakui semua kesalahan yang kamu perbuat, Ko. Sebagai hadiah atas kejujuran kamu, Ayah kasih kamu hadiah es krim!” seru Ayah membuat Koko bahagia.
“Tapi, kamu tetap harus dihukum. Selama satu pekan, uang jajan kamu, Ayah potong.”
“Tapi, Yah!” Koko protes.
“Enggak ada tapi-tapian, kalau kamu bersalah, tetap harus dihukum Koko. Nah, sekarang dimakan dulu es krimnya!” Ayah menyerahkan sebatang es krim kesukaan Koko.
Koko cemberut, tapi ia memang bersalah. Karenanya, Koko tidak melanjutkan protesnya lagi. Yang penting, Koko sudah lega, Pak Tukijo tidak marah. Sekarang kolam ikan taman kota sudah terlihat bagus lagi, dengan puluhan ikan koi kecil pemberian Koko. (dok/solopos/Fubuki Aida)

You Might Also Like

0 comments

Semoga yang tersaji, bisa bermakna.

Kalau kamu suka dengan artikel ini, jangan lupa share & like fanspage gubug kecil sang entung di facebook

Terima Kasih :)