Assalamu'alaikum Karimun Jawa : Sebuah catatan perjalanan ala backpaker

Rasanya sampai sekarangpun, aku dan sepupuku masih tidak percaya kami bisa benar-benar  sampai ke Karimun Jawa. Masalahnya, semua serba mendadak. Nyaris tanpa rencana. Begitu ide terlintas, semua langsung dieksekusi. Rencana yang cuma sehari, Alhamdulillah mampu mengantar kami tiba di Karimun Jawa dengan selamat. Backpaker modal ransel itu istilah bekennya. Tapi sebetulnya istilah yang paling tepat adalah berlibur ala gembel. Hehe.

Bermodal uang 300 ribu, yang akhirnya membengkak jadi 400 ribu per orang, kami sukses menginjakkan kaki di sana.

selamat datang karimun jawa
Gapura Karimun Jawa




Dari Solo, kita naik bus Sumber Rahayu dengan biaya Rp. 18.000. Kami berangkat sekitar pukul 23.00 dan tiba di terminal Terboyo sekitar pukul 02.00. Waktu yang benar-benar terlalu dini. Awalnya, kita sengaja berangkat pukul 23.00 sebagai upaya antisipasi kalau-kalau jalanan macet lantaran musim liburan Natal. Eh, nggak taunya, jalan lancar-lancar saja dan akhirnya kita harus datang lebih awal dari seharusnya.

"Mbaknya mau ke terminal Terboyo malam-malam begini?" tegur seorang bapak-bapak di belakang kami.

Aku hanya mengangguk.

"Berdua saja dari Solo? Berani sekali, Mbak?" Bapak itu terlihat shock.

"Hati-hati lho, Mbak! Terminal Terboyo itu gawat! Saya saja yang laki-laki enggan dateng ke sana," komentarnya spontan membuat aku dan Nana  saling berpandangan.

Tanpa diperingatkan seperti itupun, aku dan sepupuku sudah horor membayangkan harus menunggu bus dini hari begini. Rasanya benar-benar bukan pilihan bijak kalau pagi buta kami mesti menunggu bus di dalam terminal yang sama sekali belum pernah kami datangi. Apalagi hanya berdua saja. Kami memang bacpaker, tapi kami tetap seorang perempuan.  Tentu saja faktor keamanan diri adalah pertimbangan pertama yang harus dipikirkan.

Harus cari tempat yang ramai dan terang!

Itu yang terpikirkan oleh kami. Tentu saja, keramaian menjadi hal yang jauh lebih menenangkan di saat seperti ini. Mendekati arah terminal, kami sibuk tengok kanan kiri mencari-cari tempat yang kira-kira bisa sejenak disinggahi.

"Saran saya Mbak, nanti kalau turun, jangan di dalam terminal! Terlalu beresiko! Turun saja di depan, sebelum masuk ke terminal. Di situ lebih aman," Bapak yang tadi kembali bicara. Sepertinya, gerak-gerik kami cukup menjelaskan bahwa kami sebenarnya punya kekhawatiran. Kami mengangguk lagi.

Akhirnya sebelum tiba di terminal, kami melihat RS Sultan Agung berdiri megah tepat di dekat terminal Terboyo. Otak langsung cling....

Aha, menunggu di Rumah Sakit, tentu jauh lebih baik. Pertimbangannya, Rumah Sakit adalah tempat umum. Tempat yang biasanya tetap rame selama 24 jam.

RSI Sultan Agung Semarang
Di depan RSI Sultan Agung

Tujuan pertama kami adalah mushola Rumah Sakit. Kenapa Mushola? Karena tentu saja setelah perjalanan jauh kami butuh kamar mandi. Alasan berikutnya, tentu saja karna mushola tempat yang nyaman. Termasuk, nyaman buat tidur. #ehhh

Untuk mencapainya kita harus melewati penjagaan satpam di depan pintu utama. Awalnya kami masuk dengan biasa saja. Satpam tersebut hanya menanyakan kami mau kemana? Dan kamipun hanya menjawab dengan simple, Masjid. Hanya sebatas itu. Sejenak, nampaknya semua baik-baik saja.

Kami mulai melewati lorong Rumah Sakit. Saat akhirnya kami benar-benar bertemu mushola, kelegaan luar biasa memenuhi dada. .

Tapi kemudian, masalah muncul. Setelah beberapa saat di dalam mushola rumah sakit, Satpam yang tadi berjaga di depan menghampiri kami. Ia menanyai kami banyak hal seolah-olah kami ini sosok manusia yang berpotensi melakukan tindak kejahatan. Hiks, Percayalah pak, kami hanya dua orang gadis cantik yang sedang ingin tidur.  Loh??

Jadilah kami bercerita, kalau kami dari Solo mau ke Jepara. Dan saat ini, kami sedang menunggu jam menunjukkan angka 3.00.

“Maaf Mbak, tapi tidak boleh menginap di sini. Ini masjid untuk ibadah, bukan untuk tidur,” komentar salah seorang satpam yang nampaknya memahami sekali selipan pikiran buruk kami. Hehe.

“Kami nggak menginap kok, Pak. Kami nggak tidur. Kami hanya menunggu sekitar 1,5-2 jam lagi di sini,” aku mencoba berkilah.

“Iya, mbak. Maaf. Tapi tidak boleh. Kalau mau menunggu, di lobi saja!” pintanya.

"Tapi Pak, masa nggak boleh? Kan seperti saya bilang tadi, kami nggak nginep Pak! Cuma menunggu beberapa jam!" kataku masih mencoba mengharap pemakluman.

"Sama saja Mbak, Tetep tidak boleh!"Si Satpam tetap bersikukuh.

Akhirnya kami tidak bisa berkilah lagi. Gagal deh tiduran di atas karpet hangat mushola. Ya sudah, akhirnya kami menunggu di lobi rumah sakit. Tapi sebelumnya menyempatkan diri tahajud dulu. Berdoa semoga semuanya lancar. Hehehe.

Background lagunya sheila on seven pun seolah diputar saat kami menjinjing tas dan melangkah pergi meninggalkan mushola untuk kemudian menuju lobi..

Aku pulang... haaaaa....
Tanpa dendam.... haaaa...
kuterima, kekalahanku,...


Menunggu membuat lapar, kamipun kemudian membuka bekal pemberian sahabat kami yang baik hatinya, si Vaizatun. Ia dengan so sweetnya membawai kami seperangkat snack dan minuman sebagai bekal perjalanan.

Ceritanya, sahabat kami ini awalnya pengen ikut. Tapi karena satu dua hal ia batal. Dan ia sangat mengerti, kondisi traveling kami yang gembel-gembel an ini. Maka kemarin waktu kami mau berangkat menuju terminal, ia yang baru saja tiba di kos langsung menyerahkan seplastik bekal. Kami berdua teharu luar biasa. Hahaha

Kebab, itulah makanan pertama kami di awal petualangan. Entah karna ini gratisan, atau karna kami yang kelaparan, kebab ini terasa begitu enak. Padahal sebelumnya saya tidak pernah suka makanan yang satu ini.

Berada di lobi ternyata tidak terlalu buruk juga. Setidaknya masih ada tempat yang bisa kami pakai untuk tidur sejenak. Yeah, kami lelah. Habis makan, kami lantas mencari posisi tidur yang nyaman. Biarpun perjalanan 3 jam di Bus tadi kami sudah tertidur, tetap saja rasa kantuk menggelayuti. Sebelum tidur tentu saja, kami sempatkan diri untuk berfoto :-D

lobi RSI Sultan Agung
lobi RSI Sultan Agung



lobi RSI Sultan Agung
Nana tertidur pulas
Jam 03.15 Kami terbangun, dan langsung berjalan ke luar area rumah sakit menuju terminal Terboyo. Terminal sudah lebih ramai daripada saat kami datang. Beberapa orang terlihat menggendong ransel, kami langsung menebak dengan sok tahunya, mereka mungkin mau ke Karimun dan sekarang sama-sama menunggu bus Jepara. Seorang laki-laki berbaju PNS dengan logo Jepara di pundaknya cukup membuatku yakin bahwa ia pasti juga ke Jepara. Lega rasanya kalau ada teman seperjalanan.

Masalah muncul lagi, seperempat jam menunggu, bus tak kunjung datang. Yang jadi perkara adalah, mendadak Nana malah mendapat panggilan alam yang tak tertahankan.

"Na, ayolah! Bisakah kamu menahannya? Bus pertama sebentar lagi..."

"Nggak bisa, Da! Seriusly, nggak bisa," jawabnya dengan muka yang sudah pucat.

"Tak carikan batu deh buat dipegang," aku masih berharap, Nana membatalkan niatnya mencari toilet. Tapi, sepertinya ia berada pada kondisi gawat darurat yang memang sudah tak tertahankan.

Kami berjalan diantara deretan warung-warung. Ada sebuah toilet di sana. Sayangnya, kondisi toilet itu, benar-benar nggak banget.

Akhirnya dengan terpaksa, kamipun kembali ke rumah sakit.  

Kami menuju toilet di gedung baru rumah sakit, dan eh,,, kami berhenti beberapa saat. Tepat di depan kami ada sesosok mayat diselimuti.

Glegg....

Aku menelan ludah. Biarpun aku pegawai Rumah Sakit, tapi tetap saja ketika tiba-tiba melihat mayat, ada rasa kaget plus merinding. Apalagi sekarang posisinya masih pagi buta.

Seorang petugas yang sepertinya cleaning service terkekeh melihat ekspresi kaget kami. Satpam yang mengantar kamipun ikut tersenyum, tapi kemudian ia mempersilahkan kami untuk melewati mayat itu dan berjalan menuju toilet.

Sambil menunggu Nana selesai, Si Satpam bercerita, bahwa mayat yang kami temui tadi adalah korban kecelakaan bus Sumber Rahayu. 

Deg, nama busnya sama dengan nama bus yang kami tumpangi. Kejadiannya juga sejam sebelum kami tiba di Semarang.

Brrrr...... merinding lagi. Percakapan sopir bus kami tentang kecelakaan rekan kerjanya, sempat saya dengar tadi di dalam bus. Eh, sekarang kami malah berpapasan dengan salah satu korbannya. Masya Allah, inikah caraMu Ya Rabb mengingatkan pada kami bahwa segala yang ada di dunia ini adalah milikMu?

Ya, semoga semua amalan baiknya diterima. Amin...

Setelah Nana selesai, kami berjalan cepat kembali ke terminal. Saat kami kembali ke depan terminal, orang-orang yang menggendong ransel, dan yang berpakaian PNS tadi sudah tak ada.

Mendadak lemas. Kami ketinggalan bus pertama. Hati jadi mendadak resah. Takut kalau nanti kami tak kebagian tiket kapal. Karena menurut info kami harus dapat bus pertama kalau tak mau ketinggalan kapal Shiginjai.

Tapi its okelah. Karna dari awal, kami sudah membuat plan B, jika pada akhirnya kita tidak mendapat tiket kapal, kita akan keliling Jepara saja.

Kami naik bus berikutnya. Bus mulai berjalan melenggang pelan, dan ia masih harus berhenti menunggu penumpang di Demak selama lebih dari seperempat jam. Resah makin menjadi-jadi. Hanya bisa berdoa dalam hati sembari menggumamkan Al Fatihah berkali-kali supaya Allah meridhoi perjalanan kami sampai ke Karimun.

Suasana bus kala itu sedikit menjadi hiburan tersendiri. Bus sesak, dipenuhi penumpang yang hendak ke pasar demak maupun Jepara. Ibu-ibu dan simbah-simbah berpakaian kutungan, sibuk bercerita tentang kenaikan harga dengan sesekali diselipi gosip sesama pedagang. Suasana seperti ini, entah kenapa menimbulkan rasa nyaman tersendiri. Ini benar-benar suasana khas pedesaan. Mungkin aura kepolosan warga desa yang terpancar dari kesederhanaan pakaian mereka yang membuat saya merasa nyaman. Biarpun bus ini ramai, aku sangat yakin tak mungkin ada copet di sini.

Hamparan sawah nan luas, dan rumah-rumah dengan atap khas kota Demak membawa atsmosfer kesejukan. Yang membuat kami merasa makin nyaman. 

“Aku membayangkan ini lagi di Bushan. Pedesaan Bushan,” komentar Nana. Matanya berbinar, menerawang ke jendela mengamati hijaunya sawah. Ekspresinya membuatku terkekeh. Ini anak, memang lagi menggila sama film Korea.

“Salah satu cara memvisualisasi mimpi itu memang begitu kok, Na. Ya, anggap saja ini lagi di Bushan,” aku mengiyakan saja. Lantas aku kembali terkekeh, karna dirikupun ikut larut dalam imajinasi. Ibu-ibu di sana mendadak berubah menjadi orang-orang korea berkulit putih. Jauh sekali dengan kulit mereka yang sawo matang. Hem... ya, semoga saja kami benar-benar bisa ke Korea.

Pukul 6.40 akhirnya, kami tiba di pertigaan Jalan menuju pelabuhan Kartini. Kami langsung naik  becak. Becak berjalan pelan, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 6.48.

Ya Allah, buatlah becak ini melaju lebih cepat. doa saya dalam hati.

Doa langsung terkabul. Tiba-tiba muncul bapak-bapak bersepeda motor rekan pak becak yang kemudian dengan salah satu kakinya mendorong bagian belakang sepeda Pak becak. Sehingga becak pun bisa berjalan sedikit lebih cepat. Yeahhh


becak karimun Jawa
Pak Becak dan rekannya


Sampai pelabuhan Kartini langsung bagi tugas, Nana beli tiket, dan aku bayar becak sambil tukeran nomer dengan tukang becaknya. Nah, ini nomor Pak becak, barangkali kalian butuh:

085200402943

Kami agak berlari menuju Kapal lantaran KMP Siginjai sudah akan bertolak dari pelabuhan. Bersyukur sekali kami masih kebagian tiket.

KMP Siginjai
KMP Siginjai


Berangkat!!!

Perjalanan menyebrang Jepara ke Karimun kurang lebih 5 jam. Ini jadi even naik kapal ke dua bagi saya sekaligus penyebrangan paling lama. Ombak bergerak perlahan, meliuk dengan sangat tenang. Birunya laut, menyatu dengan birunya langit, Tak ada lagi daratan yang terlihat. Pemandangan indah ini sekaligus menyadarkan kami bahwa kami sudah tiba di tengah laut. Itu berarti segalanya bisa  saja terjadi. Hanya kuasaNya yang bisa melindungi.

Laut memang indah, tapi berjalan lama di atasnya menimbulkan rasa bosan terssendiri. Seperti kehidupan, dalam menikmati proses panjang sebuah usaha itu memang kadang membosankan. Yang terpenting adalah bagaimana kita menikmati prosesnya, dan tidak pernah menyerah. Yang membedakan kehidupan dengan kapal, kalau kehidupan, kita sendirilah yang menahkodai kapal itu, kita sendirilah yang memutuskan apakah terus melaju, putar arah atau berhenti.  Memaknai perjalanan kapal ini, memotivasiku bahwa, ya, untuk sampai pada tujuan kita harus terus melaju.

#plakkkk.... tumben elo bijaksana, Da???



Di Kapal, tentu saja kita tak lupa buat narsis foto-foto

Suasana Kapal Siginjai


Ini drumnya KMP Siginjai
Menghayati laut sembari melihat Pulau Panjang yang memanjang. hahaha

Dua mata saya, hidung saya satu

katakan pada dunia kita mau ke Karimun Jawa

Dimanapun berada Merah putih harga mati



Ini makanan kami. Sengaja bawa bekal dengan lauk yang sudah disiapkan sahabat kami, Mbak Nia.
Hahaha, kami beruntung punya banyak teman baik. Bekal seadanya, yang untung nggak basi.



Di atas kapal, kami kembali terharu tapi sambil cekikikan karna merasa kok kami begitu berasa nggembel. Kami makan bekal pemberian Mbak Nia. Lebih tepatnya, siang sebelum berangkat, aku sengaja datang ke rumah Mbak Nia buat cari-cari makanan buat dibawa bekal. Hihihi.

Mbak Nia sangat memahami niatku ini. Ia langsung mengeluarkan nugget dari kulkas, dan segera menggorengnya. Dan jadilah, nugget atau apalah itu namanya menjadi menu sarapan pagi kami di atas kapal.

Ada cerita yang sedikit konyol lagi saat kami berada di kapal. Di sini, untuk kedua kalinya kita mengalami tragedi pengusiran. Ceritanya, kita mendatangi bagian belakang kapal. Kami berbinar saat melihat tempat tidur yang nampaknya begitu nyaman.

Ahh, akhirnya kami bertemu yang empuk-empuk.

Kami langsung saja merebahkan diri. Kami pikir itu fasilitas gratis kapal, yang bisa ditempati siapapun. Ya sudah, tanpa memikirkan  a-z kami langsung tiduran di sana. Saat lagi seneng-senengnya bergelut dengan mimpi, seseorang membangunkan kami.

Seorang bapak-bapak meminta kami pergi. Sesaat kami belum paham apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa orang ini mengusir kami dari persinggahan. Tapi saat itu kami melihat kerumunan keluarga si Bapak, serta tatapan anak-anak kecil yang memanyunkan bibirnya. Dari situ, barulah saya sadar kalau anak itu manyun lantaran tempat tidurnya kami pakai.

"Maaf ya, Mbak. Tapi tempat ini sudah kami pesan," ujar Bapak-bapak yang mengusir kami. Ohh, bru kami paham, ternyata tempat tidur ini berbayar. Hihihi.

Untuk kedua kalinya backsound sheila on seven pun kembali berputar

Aku pulang... haaaaa....
Tanpa dendam.... haaaa...
kuterima, kekalahanku,...








Sebelum diusir, untungnya, kami sempat foto-foto. Usut punya usut, akhirnya kami tahu, untuk tidur di sini, kami harusnya bayar Rp. 20.000

Sekitar pukul 12.30 Kapal sudah tiba di pelabuhan Karimun. Kami lantas mencari Homestay. Kami kebetulan bertemu seorang warga yang menawarkan homestaynya. Lissaffa nama home stay kami. Kami bersedia menginap di sana karena pertimbangan pertama adalah, harga. Kami mendapat harga 70.000 semalam.

Si pemilik homestay bercerita kalau ia pernah tinggal di Solo cukup lama. Akupun mendadak merasa menemukan orang setanah air. maka tanpa pikir panjang lagi, kami langsung menyetujui untuk menginap di homestay Lissaffa.

Homestay ini recomended, kamarnya lumayan luas dengan tempat tidur busa yang kira-kira muat 3 orang. Dapat fasilitas kipas angin dan air panas. Kamar mandi berada di luar tapi untungnya, kamar mandi letaknya pas samping kamar. Jadi nggak kerasa kalau itu kamar mandi luar. Selain itu, sewaktu di sana cuma kami berdua yang menginap.

Pemiliknya ramah, membuat kami merasa nyaman. Kalau mau fasilitas kamar dengan kamar mandi dalam dan AC tempat inipun menyediakan. Harganya juga terjangkau, yakni 100 ribu semalam.

Ini kontak bapak pemilik Lissaffa homestay: 081228966554
Ini penampakan kamar kita di Lissaffa homestay 

Begitu sampai homestay kami segera mandi sholat dan langsung cuss menuju dermaga kecil. Awalnya kami mau ikut tur laut setengah hari dari rekomendasi petugas “tourist information” yang saya temui di dekat pelabuhan. Tapi karna harga yang ditawarkan Rp. 150.000 kami jadi mundur. Anggaran kita yang cuma Rp. 300.000 bisa langsung habis kalau langsung bayar segitu. Akhirnya ingat nasihat teman kerja yang menyarankan kalau mau tur laut cari saja ke dermaga kecil. Jadilah kami ke sana. Di sana kami mendapatkan harga 100.000.

Tur setengah hari yang kami dapat hanya sedikit, yakni snorkling di Pulau Menjangan Kecil lantas berkunjung ke Tanjung Gelam. Sebetulnya kalau sehari full biaya sama dengan penawaran petugas di tourist information. Bayar 150.000 bisa mendapat tur ke Cemara kecil dan Gosong Cemara juga sambil BBQnan di sana. Dan snorklingnyapun bisa bareng hiu. Tapi ya sudahlah.

Nah, buat kamu yang pingin snorkling di sana, bisa menghubungi Mas Firly, ini nomornya 081225244055

Perahu melaju, angin berhembus sepoi-sepoi... Karimun Jawa memang indah. Masih belum percaya, kami benar-benar ada di sini.

Menurut cerita bapak pengoperasi perahu, Pulau-pulau di Karimun Jawa ini sudah memiliki hak milik. Beberapa  diantaranya milik orang luar negri, dan beberapa pengusaha Indonesia. Hem... saya jadi berkhayal, gimana ya rasanya memiliki pulau pribadi ? pasti asyik sekali.

Bapak ini yang mendongengi kami tentang pulau-pulau di Karimun Jawa


Narsis di atas perahu

Berfoto dengan penumpang yang lain

Penampakan perahu-perahu yang juga membawa turis snorkling di Menjangan kecil


Kami snorkling di laut pulau menjangan kecil. Aku sebetulnya tidak bisa berenang. Tapi nekat saja masuk air. Aku bersyukur, diberi kesempatan olehNya untuk melihat kehidupan bawah laut yang amazing. Bagaimana ikan berwarna-warni itu berenang, bagaimana karang berdiri dengan indah di sana, bagaimana Maha besarNya Allah menciptakan kehidupan beragam yang tidak hanya di darat, tapi di laut sana. Subhanallah... luar biasa

Ini kami


Ini Nana

dan Ini aku


Kram kaki dan rasa takut air yang belum bisa teratasi membuatku lebih dulu naik ke kapal. Melihat Nana yang dengan asyiknya berenang ke sana kemari membuatku berjanji dalam hati, aku harus bisa berenang. Suatu hari aku mau snorkling lagi entah di pulau ini ataupun pulau lain, dengan posisi aku sudah tidak takut air. Saya ingin mengagumi kebesaranNya, keelokan ciptaanNya tanpa rasa takut.  Amin. 2015, harus bisa berenang!

Dari Menjangan kecil, perjalanan lanjut ke Tanjung Gelam. Tempat ini adalah pantai berpasir putih. Batu-batu di sana berdiri seperti di film laskar pelangi. Sedikit mirip dengan pantai di belitung sana. Semoga saya juga diberi kesempatan buat kesana.

Pantai Tanjung Gelam



Di tanjung Gelam ini kami bertemu dengan 4 orang mahasiswa pertukaran pelajar di Universitas Maranata Bandung. Namanya Nen, seorang warga Thailand, dan juga Jessica seorang warga Taiwan. Dengan bahasa Inggris kami yang pas-pasan dan bahasa Indonesia mereka yang sama pas-pasannya, kami bercakap-cakap. Wow, saya bertemu dengan orang sewargakenegaraan dengan Vic Zhou dan Mario Maurer.


Untuk alasan kenyamanan mata, gambar-gambar dengan mereka terpaksa di crop gan.... ahihihii


Kami juga bertemu dengan kawan mereka yang lupa saya tanya namanya. Dua orang cowok putih dari Taiwan, dan Korea. Ajaibnya, si cowok Korea ini berasal dari Bushan. Woww,,, kita baru membahas Bushan tadi di bus, dan sekarang kami bertemu langsung dengan laki-laki asal Bushan.  Ya Robb, seolah kamu ingin menunjukkan pada kami bahwa Engkau Maha Ajaib, nggak ada yang nggak mungkin. Amin, semoga kita suatu hari bisa ke sana.

"Where do you come from?" tanyaku sok bisa ngobrol Inggris.

"Korea," jawabnya.

"Wow, Korea?"

laki-laki putih itu mengangguk.

"Where... where... where..." cuma ingin bertanya, kamu berasal dari kota mana? Hemm, kok ya susah sekali. Jadinya aku hanya ngomong gini.

"City, city, where city?"

Si korea tersenyum. Tapi ia paham maksud pertanyaanku.

"Bushan," jawabnya kemudian.

Saya dan Nana terbelalak tak percaya. "Bushan???"

“Do you know Bushan?” tanya cowok Korea itu, mungkin merasa aneh dengan ekspresi kita yang kaget saat ia menyebut nama kotanya.

“Yeah... I know from the movie,” kataku sembari tersenyum bahagia. Dia mengangguk paham dan balas tersenyum. Mungkin ia sangat tau bahwa drama di negaranya memang terkenal sampai di Indonesia.




Kami lantas mencari mushola. Di tanjung gelam ini ada sebuah mushola sangat kecil. Mungkin ini mushola paling kecil yang pernah saya temui. Hanya dari kayu yang diberi tutup kain. Si Ibu pemilik mushola bercerita bahwa ini hanyalah tempat sholat yang dibuatkan suaminya untuknya agar saat bejualan ia tak lupa sembahyang. Subhanallah, manisnya. Seorang suami yang tak pernah lupa mendukung istrinya untuk tak lupa mengingat tuhanNya.

“Mengke mbok menawi enten tiyang sing ajeng tumut solat kersane dingge. Mekaten mbak pesene bapak (Nanti kalau misal ada orang yang ingin solat, biarkan dipakai. Begitu, Mbak, pesannya Bapak)” ujarnya sebelum saya mengambil air wudhu dari tempat yang sama sederhananya. Air wudhu diambil dari sumur lantas dituangkan ke dalam botol kemasan astor yang sudah diberi lubang bertutup gabus bekas potongan sandal.

Mushola di Karimun. Lihat di pojok kiri, itu tempat wudhunya. Baju pink, adalah si Ibu pemilik
Sajadah tempatku solat unik lagi. Ia berasal dari kulit kayu yang ditata. lantas ditutup dengan MMT bekas yang tak terpakai. Dan baru diberi sajadah. Benar-benar sangat sederhana.

Penampakan Mushola dari dalam

“Ini tanah milik orang dari Temanggung mbak. Mungkin tahun depan mau dijadikan resort. Jadi mungkin baru tahun depan ada musholannya,” jelas Ibunya memberikan penjelasan kenapa tempat yang lumayan ramai ini sampai tidak punya mushola

Saya mengangguk-angguk, lagi-lagi pulau bertuan tanah.

Selesai sholat kami lantas berjalan-jalan lagi. Kami sempat bertemu rombongan turis dari India. Mereka datang sekeluarga, wanitanya mengenakan kerudung selendang. Kami menghampiri seorang perempuan muda India lantas mengajaknya berfoto. Beberapa saat kemudian, kakak dan Ibu perempuan muda ini muncul mengucapkan “Assalamualaikum,”

Saya menahan cekikikan. Mereka berdua berujar salam sambil tersenyum, dan dengan kepala sedikit bergeleng-geleng. Ealah, ternyata orang India yang suka geleng-geleng kepala itu beneran ada?  Ahahaha. Aca... aca...

Ini dia orang Indianya, saya pikir-pikir kok jadi mirip saya ya? Ahahaha. sok pede mode on



Tanjung Gelam adalah lokasi yang strategis untuk melihat sunset. Sayangnya, saat kami ke sana, langit begitu mendung. jadi kami hanya bisa melihat sedikit sunset

Senja di Tanjung Gelam

Pohonnya miring, fotonya juga miring, yang penting otaknya nggak ikutan miring :-D

Melambai-lambai, nyiur di pantai....

mendayung kapal, mendayung sejuta harapan

Lewat goresan pasir ingin kutuliskan tiap jejak yang tertinggal

Tanjung Gelam menjelang gelap

view tanjung gelam karimun


Rumput laut






Bergelayutan di atas tambang


Berdua menikmati senja
Diiringi nyanyian ombak
dengan musik debaran dada
Ahhh, bersamamu kulalui waktu
penuh harapan agar mampu,
mentasbihkan cinta hingga renta

biarkan kamera merekam segalanya
semua romantisme yang tercipta
Senja di Karimun Jawa

Warung-warung penjual di Tanjung Gelam


Selesai dari Tanjung Gelam, kami langsung ke homestay. Mandi solat, dan saya tertidur beberapa menit. Bangun-bangun, Nana sudah mebuatkan saya Mie. Tapi jangan bayangkan Ini Mie instan yang direbus dengan telur dan sayuran. Ini Pop Mie kemasan besar. Yang dibuat dengan air panas, yang kemudian dituang ke dalam dua mangkuk.

Ya, satu mi untuk berdua. Huhu, melas sekali. Ini makan ke dua kami hari itu. Aku dan Nana hanya bisa terkekeh-kekeh menikmati kekonyolan kami. Kami backpaker bray, tujuan kami jalan-jalan bukan jajan dan makan. Dengan uang pas-pasan, sebisa mungkin kami harus hemat. Hebatnya, seharian, kami belum keluar uang sama sekali kecuali untuk transportasi.

“Tadi di kapal aku ngobrol sama orang Bandung. Dia cerita, kemari bareng-bareng keluarganya. Berlima pake travel habis kurang lebih 7 juta untuk travelnya aja di Karimun. Terus mereka ke sininya naek mobil. Hem, asyik ya...” ceritaku

“Wkwkwkwk. Hooh asyik kalau punya duit,”

“Tapi kita nggak kalah asyik, kok”

“Hahahaha, nggak kalah konyol,”

Kitapun tertawa terbahak-bahak. Ya, kadang bahagia itu sederhana.

Selesai makan di SMS Mas Firly, orang yang ngurusin tur laut kita. Kita diajakin ketemuan di alun-alun buat mindah foto. Nah, buat kalian yang mau snorkling di Karimun Jawa, jangan pernah lupa bawa flash disk. karena di sini mindahin foto pakai flash disk, nggak ada cetak foto langsung jadi.

Tapi lantaran rasa lelah yang sangat, akhirnya kita minta dianya buat nganter ke homestay. 

Lagi-lagi kekonyolan berikutnya terjadi.

Kita ketiduran. Listrik di Karimun  hanya menyala di atas pukul 18.00, apesnya, listrik harus mati lagi malam harinya. Padahal baterai udah drop. HP pun mati. Maka tentu saja, kita batal ketemu Mas Firly. Dan kita tak tahu, harus bagaimana menghubunginya ntuk meminta foto, kalau HP mati begini.

Pagi hari kita hanya bisa terkikik menyadari, ada-ada saja yang terjadi. Akhirnya ya sudahlah, kita lanjut jalan-jalan ke Nirwana resort. Kita tahu tentang Nirwana Resort baru semalam. Masalah spot wisata, kami memang tidak merencanakan sama sekali. Karena tujuan kami yang penting adalah bisa sampai ke Karimun Jawa. Maka browsing tentang spot-spot wisata Karimun Jawa pun hanya kami lakukan dengan sangat terbatas. Fokus kami adalah browsing masalah transportasi bagaimana bisa sampai ke Karimun Jawa.

"Ngapain bawa ces?" tanya Nana melihat saya berkalung kabel charger..

"Siapa tau ada yang punya diesel. Ntar kalau ada, kita kan bisa numpang ngecas," aku terkikik. Ngarep banget.

Menuju Nirwana resort, kami tidak menyangka kami harus berjalan cukup jauh. Bayangan kita Nirwana Resort itu dekat. Tapi ternyata jauh sekali. Mana kita belum makan pula. Dari informasi di Wisma Karimun, di Nirwana Resort kita bisa melihat sunrise. Tapi hari itu mendung. Sedikit kecewa, karna mustahil melihat sunrise. Padahal di tanjung gelam kemarin kita sudah gagal melihat sunset karna mendung juga.

Tapi kami tetap melangkah. Di tengah perjalanan, kami melihat sebuah rumah yang memiliki diesel di halaman depannya.

"Bu, boleh kita numpang ngecharger?" tanya saya pada si Ibu yang pemilik rumah.

"Maaf, Mbak. Sudah dimatikan dieselnya," jawabnya membuat kami merasa pupus.

Tapi kemudian, kami jadi ngobrol-ngobrol dengan si Ibu. Ia bercerita tentang bangunan baru di depan rumahnya. Bangunan itu bernama Karimun Park. Menurut informasi dari beliau,  di dalam sana ada penangkaran kupu-kupu. Pembukaannya baru kemarin malam, tepatnya 25 Desember 2014. Pengen masuk sih, tapi katanya kalau masuk bayar 40 ribu.  Jadi, tau kan apa yang kemudian kami lakukan?

Tentu saja, kami pergi menjauh dari Karimun Park. Hemat, brayyy

Karimun Park


Kami berjalan lagi.  Sampai di depan Nirwana Resort, kami melihat sebuah rumah yang lampunya menyala. Suara musik jedag-jedug terdengar dari speaker kayu di depan. Mata kamipun berbinar.  Itu tandanya,

"Diesel!"

Yeah, setelah berbasa-basi dengan pemilik rumah, disanalah akhirnya kami mencharger HP dengan gratis. Alhamdulillah..

Gerbang Nirwana Resort nampak ekslusif dengan tulisan berisi larangan yang intinya hanya untuk penghuni resort yang boleh masuk. Sudah sejauh ini, masa iya, kami mau batal masuk ke Nirwana Resort?

Kami bertanya pada si pemilik rumah tempat kami mencharger HP, apakah boleh kalau kami mengunjungi Nirwana Resort. Jawabannya cukup melegakan. Ia bilang mungkin boleh, tapi bayar 15 ribu.

Tak terlihat ada penjaga saat kami mulai melintasi gerbang berpalang di Nirwana resort. Nirwana resort dari luar memang keren. Halamannya tertata apik. Benar-benar terlihat resort kelas mahal. Saat kami turun, kami tetap tak bertemu penjaga. Alhamdulillah, itu artinya, gratis men. Hehe.

Salah Satu bangunan di Nirwana Resort


Jalan di Nirwana Resort. Bunga Kamboja jadi hiasannya


Kami berdecak kagum begitu tiba di Pantai Nirwana. Benar-benar indah. Serasa pantai pribadi. Pantai milik resort ini pantai asli, bukan pantai buatan. Pantainya lumayan luas, dengan pohon kelapa di sekelilingnya. Juga gasebo yang tersedia, dan tempat berjemur yang membuatnya menjadi pantai yang nyaman.












Sayang, sunrise benar-benar tak muncul di sini. Tapi keindahan pantai yang tenang membuat kami tak kecewa.

Setelah puas menikmati pantai pribadi Nirwana resort, kamipun kembali ke tempat dimana kami mengisi baterai. Di sana kami titipkan HP yang kemudian kami tinggalkan sebentar supaya lebih banyak terisi, sementara, kami cari makan di warung yang berlokasi sebelum Nirwana Resort.

Di warung itu akhirnya untuk pertama kali kita membeli makanan. Kami membeli nasi lauk ikan dibumbu merah mirip sarden, tapi dengan cita rasa yang lebih mantap. Kami sempat shock, Karna ikan empat, nasi dua dan dua teh hangat dihargai 30 ribu. Sebetulnya itu harga yang standar bahkan bisa dibilang murah. Tapi namanya harus hemat, tetap saja harga segitu terasa berat. Apalagi kita terbiasa hidup di kota dengan harga makanan yang murah meriah. Beruntung, Si Ibu penjual masih memberi kita diskon Rp. 5000, plus menyuruh kami mengambil donat secara gratis. Mungkin meliat muka-muka melas kita, ia sudah bisa menebak bahwa sejatinya jauh dilubuk hati yang terdalam, ada keinginan gratisan terpendam.




Balik ke tempat HP di charger, akhirnya kami memutuskan untuk menyewa motor. Harga sewa motor di Karimun Jawa rata-rata kisaran Rp. 75.000. Tapi karena uma setengah hari 50 ribu saja. Tapi tetap saja, bensin suruh ngisi sendiri. Sudah ditawar sedemikian rupa, masnya bersikukuh dengan gayanya yang sok cool bertengger dengan harga Rp 50.000.

Setelah menyewa motor, kami goes to Legon Lele. Melewati Jalan yang naik turun, dan sepi tanpa manusia. Motor kami berhenti di perbatasan jalan. Perbatasan jalan yang bagus, dan jelek. Ketakutan merebak. Samping kanan kami rawa-rawa. Samping kiri kami perbukitan semak dan pohon. Tak ada manusia, hanya suara gemerisik jangkrik, burung dan entah hewan apalagi yang terdengar.

Kekhawatiran menyeruak. Imajinasi kami terbang pada bayangan horor, bagaimana kalau tiba-tiba ada buaya yang muncul. Kami pun memutuskan memutar motor kembali. Kami berniat bertanya dulu untuk memastikan arah pada si pemilik motor. Tapi dalam perjalanan kembali ke tempat pemilik motor berada, kami bertemu pengendara motor lain yakni seorang bule dan istrinya seorang warga Indonesia. Daripada harus balik lagi, akhirnya, kamipun mengajak mereka untuk tur bersama-sama.

Kami beruntung bertemu mereka, Jane dn Onda (Kedengarannya namanya itu). Mereka menemani kami bekeliling. Dimulai dari Legon Lele. Sebuah pantai yang masih sangat alami.

Legon lele



Legon lele

Legon lele

Legon lele

Legon lele

Legon lele

Ada dua pantai yang bisa didatangi sebelum ke legon lele, namun kami memilih menjadikan legon lele tujuan pertama lebih dahulu. Baru setelah dari sana, kami mampir ke pantai yang menurut informasi yang saya peroleh dari Mas Firly setelah perjalanan kami di Karimun, pantai itu bernama Panta Nyamplung Ragas dan Pancuran Mburi.

Pantai Nyamplung Ragas adalah pantai pasir putih yang luas. Untuk menuju kesana kita harus melewati jalan setapak. Yang unik dari pantai ini adalah pasirnya yang putih dan tergenang. Juga terdapat lubang-lubang yang menurut Jane, itu adalah rumah kepiting. Dari sini, pulau batu terlihat sangat dekat.

Di pantai itu kami bertemu dengan burung mirip flaminggo. Entah namanya apa.

Pantai Nyamplung Ragas

Pantai Nyamplung Ragas

Pantai Nyamplung Ragas

Pantai Nyamplung Ragas

kita berbeda, namun kita sama dalam rasa
ketertautan jemari semoga senantiasa mengiringi ketertautan hati
#mendung pagi itu
sebuah saksi bagaimana bersama adalah bahagia yang paling sederhana




Selanjutnya, kami melihat pula pantai yang lebih sempit. Pantai yang tak kalah cantiknya dengan Legon Lele maupun nyamplung Ragas. Pantai dengan susunan batu-batu seperti di pantai Nirwana. Menurut informasi, pantai itu bernama Pancuran Mburi. Untuk menuju kemari, kita harus menuruni jalan berbatu.

Pantai pancuran mburi

Pantai pancuran mburi

Pantai pancuran mburi


Jalan yang harus dilalui kalau mau ke Pantai Pancuran Mburi

Ada ayunan di Pantai Pancuran Mburi



Puas muterin Pantai, perjalanan selanjutnya adalah ke hutan mangrove. Rencana pertama mau ke bukit joko tuo, tapi kami urungkan karna salah satunya pertimbangan waktu.  Hutan mangrove ini berbiaya Rp. 5.000  tapi, lagi-lagi kami beruntung. Tidak ada penjagaya di sana hari itu. Padahal pintu terbuka. Akhirnya kami memasuki hutan mangrove dengan, lagi-lagi, gratis.

Jalan mengelilingi hutan mangrove ini terbuat dari susunan kayu.


Sebuah tips yang harus diingat sebelum memasuki kawasan ini yang sepantasnya ditaati
"JANGAN LUPA BAWA LOTION ANTI NYAMUK"

hutan mangrove Karimun
Treking Mangrove



hutan mangrove Karimun
Peta hutan mangrove


hutan mangrove Karimun

hutan mangrove Karimun

Dari hutan Mangrove kemudian kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Kemloko.





Tapi sepanjang perjalanan kami tidak menemukan label pantai Kemloko. Kami malah menemukan Pantai Annora. Sebelum Pantai Annora memang ada pantai kecil tapi kami tak tahu namanya. Mungkin itulah Pantai Kemloko. Di Pantai Annora, pasirnya bukan lagi pasir putih. Di sini pasirnya berwarna putih kekuningan. Mungkin saya gambarkan seperti susu kedelai bubuk. Tapi tetap saja. Pantai ini menawan. Dan masih saja sepi. Meski begitu, Pantai di sini berbeda dengan pantai sebelumnya. Ciri khas di pantai ini adalah banyaknya bebatuan yang berserakan.

Pantai Annora






Pantai Annora

Pantai Annora


Pantai Annora




Sampai di pantai ini, waktu sudah menunjukkan pukul 12.00. Itu berarti kami harus kembali secepatnya, karna kapal berangkat pukul 13.00.

Kami berpamitan pada Jane dan Onda. Mereka berencana akan menghabiskan liburan di karimun sampai hari Minggu. Senang rasanya, mereka datang di saat yang tepat, saat dimana kami butuh teman berkeliling.

Kami seharusnya langsung pulang. Tapi, seperti biasa, kami memang kadang nekat konyol dan terlalu suka “mendadak”. Disaat waktu mepet begini, kita malah nekat mampir ke hotel terapung di hotel Asri.

Saat kita mau ke Hutan Mangrove tadi, kami sempat melintasi hotel terapung. Kami membuat kesepakatan, kalau pulang kita mampir ke sana. Tapi masalahnya di sini adalah, wakt mepet.

Hotel terapung itu dihubungkan dengan jembatan kayu di tengah laut. Sangat eksotik. Di pinggiran hotel itu ada penangkaran ikan hiu kecil-kecil, serta beberapa biota laut. Juga terdapat semacam kolam dengan kapal plastik di atasnya.

Mengagumkan. Pemiliknya, benar-benar kreatif.

Kami sebetulnya takut-takut masuk area hotel ini. Kami tak melihat tanda-tanda kehidupan di sana. Hanya beberapa pakaian yang di jemur. Tapi untunglah, ketiadaan manusia, itu berarti tidak ada biaya retribusi. Hehehe.

Hotel Apung Karimun Jawa

Hotel Apung Karimun Jawa

Hotel Apung Karimun Jawa






12.30 kami kembali, dan 12,40 kami sudah berada di homestay. Aku langsung memindah foto snorkling yang sudah dipindah mas Firly ke laptop pemilik homestay kami. Untung saja, Mas Firly melakukannya tanpa kami suruh. Karna kalau tidak, kami pasti tak punya waktu jika harus menemuinya lebih dulu.

Masalah muncul lagi, laptop si pemilik home stay eror. Nana, akhirnya memutuskan membeli tiket dulu, sementara aku memindah data. Pukul 13.00 kurang sepuluh menit. Bel kapal Siginjai, berbunyi. Bunyinya yang keras terdengar melengking sampai ke homestay kami. Si pemilik homestay meragukan aku bisa pulang. Mengingat kami masih harus mengembalikan sepeda motor ke dekat Nirwana Resort.

“Kalau ketinggalan kapal, nanti nambah sehari lagi aja di sini mbak.  Besuk ikut kapal yang expres,” komentarnya.

Kepala langsung clekut-clekut. Membayangkan ongkos homestay yang harus keluar lagi 70 ribu, dan tiket kapal expres yang lebih mahal dari ekonomi. Huhu. Aku tak sanggup.

Untung tiba-tiba Nana sudah datang tepat saat aku selesai memindah data. Dan ajaibnya dia sudah datang bersama masnya pemilik motor. Rupanya, begitu dapat tiket ia langsung cuss ke tempat pemilik motor.

Kami akhirnya diantar si pemilik motor bonceng bertiga ke pelabuhan.

Kami berlari-lari menuju kapal. Kami benar-benar jadi penumpang terakhir yang naik. Kapal ini seolah memang sengaja menunggu kami. Karena begitu sampai dalam pintu masuk kapal, Kapal segera ditutup.

Alhamdulillah. Kami bersyukur sejadi-jadinya. Kami masih beruntung.


Gud bey Karimun Jawa. See you next time. Semoga suatu hari kami berkesempatan ke sini lagi.



Kegalauan selanjutnya adalah memikirkan bus ke semarang. Masalahnya, hari sudah petang saat kami tiba di pelabuhan Jepara.  Kami langsung telfun Pak Jiono, supir becak yang di awal mengantar kami. Kami diantarnya sampai bundaran Jepara. Disana kami ditemani menunggu bus. Pak jiono ini baik sebetulnya, sayang, harga becak kami dimahalkan. Pelabuhan ke bundaran dihargai 40 ribu. Huhu, mahal. Kami sudah berusaha menawar tapi beliau bersikukuh. Akhirnya karna tak tega, ya sudahlah, toh anggap saja hitung-hitung amal.

Sekitar pukul 1830 Kami mendapat bus. Awalnya,  si kernet bilang bus itu menuju Semarang. Itu sih ngakunya si kernet bus sebelum kami naik. Setelah kami naik, dia baru bilang bahwa bus akan oper di Demak nanti. Karna jam segini, bus mau pulang ke garasi. Tarik nafas dalam-dalam. Ya sudahlah.

Jalanan kota Jepara Demak malam hari. Gelap gulita dan masih sepi. Benar-benar gelap. Aku sempat mengira sedang ada pemadaman. Ternyata memang tak ada penerangan. Sempat ada perasaan horor, karna kami menjadi satu-satunya penumpang perempuan di bus itu. Tapi, lagi-lagi hanya bisa memohon perlindungan Allah, Dialah pemilik segalanya.

HIngga akhirnya, kami sampai di Pasar Demak. Karna tak tega, si kernet bus yang kami temui menitipkan kami pada dua orang penumpangnya yang rumahnya di dekat pasar supaya mengantar kami berjalan ke bus Demak-Semarang yang berjarak beberapa meter dari pemberhentian bus.

Kami sempat berpikiran macam-macam. Tapi kemudian saat kami sudah di dalam bus barulah kami yakin bahwa orang itu orang baik. Orang itu tadinya sudah turun, tapi kemudian dia balik ke atas bus lagi untuk memberikan nomor hpnya, kalau-kalau nanti di jalan ada apa-apa. Kalau dia punya niat tidak baik, pasti dia memberikan nomor hpnya sekaligus meminta nomor hp kami. Tapi dia hanya memberikan nomor hpnya, lantas pergi.

Kami lega, bus Demak-Semarang ini berisi beberapa penumpang perempuan yang mungkin karyawan pabrik kretek di Demak.

Lega.

Sampai Semarang, kami menunggu bus ke Solo di dekat pos polisi sebrang RSI Sultan Agung. Kekonyolan berlanjut lagi. Uang yang harusnya sisa Rp 24.000 Terpaksa tinggal 4.000 karna sampai di Solo, kami ketiduran. Kami yang harusnya turun di terminal Tirtonadi karena harus ambil motor, malah jadi turun di Panggung. Terpaksalah kami ngojek kembali ke terminal. Huhuhu....

Naik Apa Habis Berapa?

Hari Pertama:
Bus Sumber Rahayu Solo-Semarang : Rp. 18.000
Bus Semarang-Jepara                         : Rp. 20.000

Hari Ke dua:
Becak ke pelabuhan                            : Rp. 10.000.
Kapal Siginjai                                     : Rp. 57.000
Homestay                                            : Rp. 35.000
Tur Pantai sudah termasuk sewa alat snorkling : Rp. 100.000
Kamar Mandi                                      : Rp. 2.000

Hari ke tiga:
Makan                                                 Rp. 12.500
Sewa Motor                                         Rp. 25.000
Bensin                                                 Rp.   6.500
Tiket Siginjai                                      Rp. 57.000
Becak                                                  Rp. 20.000
Bus Jepara-Demak                              Rp. 12.500
Bus Demak-Semarang                        Rp. 7.500
Bus Semarang-Solo                             Rp. 18.000
Ojek Panggung-Terminal Tirtonadi    Rp. 10.000
Total : 169.000

Total Semua perjalanan: Rp. 411.000

Okedeh, sekian catatan perjalanan kami ke Karimun Jawa. Sengaja aku share sebagai pengingat pada diriku sendiri, sekaligus sebagai refrensi buat kamu-kamu yang pengen backpakeran ke Karimun Jawa.

Buat kamu yang berada di daerah sekitar Solo, pengen backpakeran ke Karimun Jawa, mungkin bisa kontak saya. Karna keberhasilan perjalanan kami ini lumayan mendapat banyak apresiasi dari teman-teman yang kemudian meminta buat ditemani ke sana. Kalau pada kenyataannya nanti banyak orang yang ingin ikut, mungkin saya bersedia buat mempersiapkan segalanya dengan lebih rapi dan kita bisa pergi ke sana bersama-sama. 




You Might Also Like

12 comments

  1. Wah seru banget mak! Jadi makin semangat pengen ke sana. Makasih sharing liputan lengkapnya yah :)

    ReplyDelete
  2. Waaah aku bacanya sambil tahan napas gitu ya. Seru banget, Sebenernya tgl itu akupun berencana ke Karimun tp berhubung kami bukan backpacker, persiapan mendadak bikin aku puyeng. Yaudah akhirnya kami malah ke Solo :))

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  4. seru bangeeeeeet ini petualangannya, sampai selesai saya bacanya, emejing!!!

    ReplyDelete
  5. Wah hebat, dua gadis berangkat berdua tok, nekat tapi seru
    Asiknya ya kemana2 bs dapat teman baru :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe. Iya mb asik sekali. Maksih sudah mampir :-D

      Delete
  6. Serunya mbak, gak deg2an sama sekali ya? klo aq mah penakut hihihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Rasa deg2 an kalah mbak sama rasa senengnya :-D

      Delete
  7. resu bangett. pengen juga jadi backpackeran begini.

    ReplyDelete
  8. backpacker-an memang selalu penuh kejutan ..
    cerita yg menarik Mbak ...

    ReplyDelete
  9. seru banget petualangannya... jadi terpanggil untuk menjelajahinya.

    ReplyDelete
  10. Naik nya kapal ferry siginjai... mantaap.

    ReplyDelete

Semoga yang tersaji, bisa bermakna.

Kalau kamu suka dengan artikel ini, jangan lupa share & like fanspage gubug kecil sang entung di facebook

Terima Kasih :)